PENCULIK ARWAH BAPAK (Part 1)
Suasana hening, udara malam berhembus
kuat menerpa pohon tua, yang berdiri kokoh di depan rumahku, bentuk pohon berdaun rimbun, serabut pohon
yang panjang menjutai ke bawah, sesekali bayangan putih sekitar pohon melintas,
hi angker, pantas saja banyak orang takut
melewati rumahku penampakan mahluk-mahluk
menyeramkan membuat dag-dig dug janntung seakan mau copot, bulu kuduk jadi
merinding, menakutkan, apalagi saat mereka,
mengawasi orang yang berjalan
lalu-lalang. Hi, hi,hi suara cekikian wanita berbaju putih, berambut hitam panjang berderai, aroma bunga melati tercium
kuat, Kuntilanak. Tak itu saja seekor macan putih berukuran besar bertaring
tajam tiba-tiba muncul di samping Kuntilanak,
yang berdiri di atas dahan kecil. Normalnya mahluk yang berdiri di atas dahan
sekecil itu, bisa jatuh tak kuat menahan
bobot badannya hanya mahluk jadi-jadian yang bisa seperti itu. Keberadaan macan
dan Kuntilanak yang sangat meresahkan
warga sekitar.
Sang surya menyinari bumi,
menghangatkan suasana pagi semua makhluk hidup yang memulai kegiatan
sehari-harinya. Seperti ibuku tercinta terbiasa menyiapkan sarapan untuk ketiga
anak-anaknya, aku (Modi), Melly, Momon. Secangkir
kopi pahit panas buat bapak, telah dihidangkan di atas meja siap disruput.
Setelah mandi dan membangunkan kami serumah bapak memulai kegiatannya membersihkah rumput
ilalang sawah disamping rumah, yang tumbuh liar di tanaman jagungnya, Ia
menyabit, dan mengumpulkannya lalu dimasukkan ke karung sebagai makanan kambing.
“Bu, Lihatlah pohon trembesi itu”.
“Kenapa pak?.
”Aku ingin menebangnya, besok pagi”.
“Siapa yang akan membantu
menebangnya?.
“Pak Suto dan Jojon yang bantu, mereka janji”.
“Iya pak, aku setuju”.
Benar juga esok paginya, setelah menunggu sampak jam 9 pagi, Suto dan Jojon mendatangi bapak, membawa mesin
gergaji Listrik siap menebamg pohon.
“Pak Gono, kami
siap menebangnya”.
“Baik terima
kasih pak Suto , Jojon”.
Bapak segera melangkah keluar, Suto & Jojon mengikutinya
dari belakang.
“Pak Suto
hati-hati menebangya”.
“Pasti pak”.
Jojoh, menentukan ukuran diameter pohon, ia beranggapan pohon
tua ini adalah pohon biasa seperti
pengalaman menebang pohon-pohon tua lainya. Suto segera menghidupkan mesin gergaji
yang dibawanya, tanpa disadari tiba-tiba
mesin berbalik arah, kejanggalan ini memelukai kening dan kaki kanan Suto, darah
segar mengucur deras, kaos putih yang dipakainya memerah, Ia melemparkan mesin sejauhnya, Suto jatuh
pingsan. Melihat kejadian itu bapak dan Jojon tercengang, panik, melihat
kondisi Suto. Baapak lari mengambil sepeda montor, Jojon membopong tubuh Suto, naik
sepeda bertiga, langsung dibawa ke puskesmas terdekat. Saat perjalanan ke
puskesmas, para tetangga melongo bertanya-tanya melihat Suto pingsan bersimbah
darah.
“Pak Gono, Setannya
ngamuk tuh ”.
“Sok tahu pak
Wiji ini!.
“Bener pak, Suto
sampai berdarah-darah itu”.
“Masak iya?.
!0 menit jarak yang ditempuh bapak sampai ke puskesmas. Suto
dibopong bapak dan Jojon, dokterdan perawat segera memeriksa luka menganga yang
mengeluarkan banyak darah. Bapak dan Jojon menunggu di luar ruangan.
(Bersambung).
Komentar
Posting Komentar