BERHAK BAHAGIA


        Hak mendapatkan kebahagiaan dalam hidup setiap manusia itu sama, tak ingin disakiti, di perlakukan tak adil, apalagi di luar batas logika kita.

       Pernikahan itu  sacral, mendambakan kebahagiaan untuk imencintai sehidup semati, saling setia abadi selamanya  bersama  pasangan hidup, Saling berikrar  mengucapkan   janji suci di depan penghuliu dan saksi wali, yang mensyahkan perkawinan secara agama dan masyarakat. Ternyata keinginan bahagia itu tak semudah membalikkan telapak tangan, setelah merayakan pernikahan , bulan madu , hubungan suami istri mesra-mesranya, beberapa bulan kemudian, aku baru menyadari watak suamiku yang asli . ia keras, main tangan, kebaikannya adalah kedok yang banyak menyimpan kepalsuan. Ingin gahagia han dalam perkawinanku , hanyalah mimpi, isapan jempol semata tak berujung bukti yang nyata, itulah takdir yang menimpaku. .

“Punya istri kok bodoh amat, ini itu ndak tahu”.

“Maaf pa! jadi harus bagaimana”.

“ Bodoh!  tahumu itu apa, minta uang saja!.

“Ya aku salah”.

Pertengkaran-pertengkaran kecil menjadi besar, aku merasa seperti sampah, tak berarti apa-apa dimata suami, membuatku sakit hati dikecewakan, ia ringan tangan, pulujan kali, aku menerima tamparan, jambakan di rambut, pukutan di dada, dan tendangan kearah perut, sakit rasanya..Aku ingin mendapatkan kebahagian, bukan siksaan keji seperti ini.

              “Plak ,Mala, istri macam apa kamu!.          

              “Ampun Pa!, aku salah. Maafkan”.

              “Bau badanmu menjijikkan, kamu dekil!

Rambutku yang panjang hitam, dijambaknya, didorong  dan ditatapkan di dinding kamar mandi, kepalaku terbentur dengan keras, aku lemas dan jatuh terduduk, tak sadarkan diri. Tanpa ada rasa iba, kasihan padaku, satu timba air , disiramkan diatas kepalaku, aku bangun dan kaget setengah mati, Ya Allah aku ini istri atau pembantunya. Mengapa harus aku yang menerima perlakuan kasar ini, ia suamiku bukan musuhku, harusnya ia menjamin kebahagiaanku, bukan dia sis-siakan aku.  Ya Allah mengapa harus aku yang menerima cobaan ini. Bekas kulit dahi di  wajahku mamar dan  lebam, kulit lenganku, dadaku tak seputih dulu, semua luka yang membekas tak akan hilang, hatiku yang hancur dan remuk          

      Tahun demi tahun kulewati, dengan siksaam yang mengiris hati, aku tak mampu bertahan, tapi aku harus apa?. Kedua orangtuaku telah tiada, aku adalah anak tungga. Jeritan hati ini seaakan tak terbendung lagi. Tangisku bagai air hujan yang tak perhan berhenti, aku bagai, mayat hidup, jiwaku telah mati terbunuh  dengan prilaku suamiku sendiri, Parto

       Parto, seorang juragan krupuk  kulit sapi, yang membawanya menjadi orang terkaya di dusun manggis, Randu abu-abu Malang. Ia percaya sekali  dengan dukun melebihi aku istrinya, ia sombong, sangat kikir, Semua kebenaran dari tiap masalah adalah dari pikirannya, dan tak mau dikalajkan.

        Usia perkawinanku menginjak 9 tahun lalu, tak mendapatkan satupun momongan, Parto menuduhku sebagai istri mandul, wanita pembawa  petaka, boros dan tak tahu berterima kasih mendapatkan suami sepertinya. Sampai saat ini aku sangat menderita bersamanya.      Uang belanja dan keperluan sehari-hari diberikan sangat minim, tak ada tambahan uang lain, ia sangat perhitungan, ingin kusudahi perkawinan ini, aku lelah dan bosan, hidupku harus dilanjutkan, dibangun  dengan suasana baru, yang berwarna seperti cahaya pelangi, aku ingin cerai dari Parto!.

     Suasana rumah tanggaku kian memanas, Parto menendang perutku, aku terhuyung-huyung kesakitan.

       “Parto, cukup siksaan ini, aku ingin cerai!.

       “Oh berani sekarang ya”>

       “Aku masih punya masa depan!.

       “Silahkan pergi, jangan bawa apa-apa”.

       “Baik kalau itu maumu!.

    Parto tersenyum sambil membukakan pintu, aku melihat sikapnya, ada rasa jijik menatapnya. Mengapa aku dulu mau menjadi istrinya. Menyesal rasanya pernah hidup bersamanya. Aku  melangkahkan kaki  keluar dari rumah Parto, dengan satu harapan, ingin mendapaykan kebahagiaan. Entah di luat sana aku mau jafi apa? Yang penting aku bahagia.

    Cahaya rembulan menerangi jalan yang kulalui, tak ada baju, uang, perhiasan yang kubawa., aku harus pergi Saat kakiku mulai letih aku duduk diatas trotoar jalan,  100 meter, ada sebuah mobil sedan marcedes ben behenti dan mendekatiku.

       “Halo manis, sendirian saja, ikut om yuk”.

       “Serius aku om ?

       “Iya siapa lagi, ayok temani om masuk sini!.

       “Baik om”.

Rasa senang melihat pria berjas hitam senyumnya manis, menggodaku untuk mengikutinya, aku tak tahu namanya. Setelah didalam mobil, pelukan hangat dan ciuman mendarat di pipiku, life must go on.  

     Kuingin bahagia, entah dari mana asalnya, menjadi wanita simpanan atau jadi wanita panggilan bagiku tak masalah yang penting bahagia.Walau jalannya salah, aku akan tetap mengeluti dunia malam.

Surabaya, 13 Januari 2024

      

    

Komentar

  1. Mantap Bu! Orang salah tuh terjadi karena tekanan atau kepedihan. Mtr nuwun Bu!

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA