AKHIR TAK BAHAGIA
Hakekat pernikahan adalah menyatukan dua hati yang berbeda dalam
suatu mahligai rumah tangga, rasa yang saling mengasihi, percaya dan memiliki satu dengan lainnya , semakin
kuat ikatan cinta di dalamnya. Harapan tinggi
yang kugantungkan bersama hadirya rasa cinta, harus kutelan pil pahit,
yang tak pernah terlintas dalam benakku, akhir yang tak bahagia.
Prahara kisah ini di awali dari perjodohan antar orang tua, yang ingin melanjutkan garis keturuanan
dengan pasangan yang sama derajatnya
baik bibit, bebet dan bobot pendamping hidup yang berjalan bersama dalam sebuah
rumah tangga hingga maut yang memisahkan. Aku tak punya pilihan, selain
menerima apapun keputusan orang tua.
Kedua orang tua yang telah bersepakat menjodohkanku
dengan Robby, laki-laki yang tak pernah kukenal sebelumya. Kuhanya mampu menerka-nerka sifat yang dimiliki Robby
calon suamiku nanti. Kata-kata manis
yang kudengar dari bu Yessy, ibu Robby, yang memuji sifat da perbuatan baik, keseharian
Robby, anak mereka satu-satuaya. Aku yang tak tahu menahu hanya mampu
mengagguk, mennyetujui tiap kata yang diucapkan tanpa tahu buktinya. Kuselipkan doa dann harapan semoga Robby adalah
laki-laki baik.
Setelah kedua orang tuaku dan Robby sama-sama setuju
mengenalkan aku dan Robby, saatnnya mereka memintaku untuk bertemu berdua
saling memahami perasaan satu sama lain. Pertemuan aku dan Robby telah dijadwalkan, kedua orang
tua menuggu keputusan kami berdua. Robby menjemputku dan makan malam bersama, di sebuah restaurant ternama.
Dari pertemuan itu aku baru tahu, Robby
ternnyata telah berumur, dan siap menikah dalam waktu dekat. Pekerjaan Robby,
sebagai manager perusahaan perkapalan membuat ekonominya mapan, rumah
pribadinya di kawasan perumahan elit, mobil BMW yang dikemudikan membuat silau
setiap wanita yang menatapnya. Robby
bertubuh tinggi besar, berkharisma. Robby laki-laki yang matang, lebih dewasa dari aku. Dari pandangan
pertama, aku terkesan dan menyukainya. Akankah Robby mampu menyelami
perasaanku?.
Cukup romantis malam itu, ketika Robby menatap
wajahku, tak berkedip. Jari tangan kananku, disentuh dan diciumnya, mesra, aku
tak mampu menatapnya.
:Astri,
maukah kamu menikah dengannku? Aku mencintaimu".
"Tapi aku baru ketemu sekarang
Robby, tunggu rasaku yang bicara"..
"Sampai kapan Astri aku terus
menunggumu?.
"Sabar Robby".
Robby tersenyum melihatku. Ada getaran-getaran
di denyut jantungku, mata Robby terus mamandangku, jadi salah tingkah. Saat
menu makan di sajikan di atas meja, Robby menungguku, mengambilkan nasi, dan
lauk pauk, menaruhnnya di atas piring, seakan aku adalah istrinya, malam itu seindah
surga yang dihuni untuk aku dan Robby, malam yang tak terlupa.
Esok pagi, nyanyian suara burung
terdengar jelas di samping kamarku, kubuka mata tercium bau wangi, di samping
bantal dan kulirik, busyet ternyata sekuntum mawar merah segar telah berada di sampingku, di bawah batang bunga
tertulis nama, Robby. Kucium bunga mawar itu, serasa aku terbang di atas awan,
ingin kuungkapkan rasa ini, Robby aku cinta kamu. Kuyakin Robby adalah jodohku.
Hari
demi hari terlewatkan begitu indah, tak ada keanehan ataupunn kejanggalan yang
kurasa bersama Robby Aku hanya senang dan ingin segera melangsungkan pernikahan
sekali sehidup semati bersamanya.
Rencana pernikahan yang telah ditetapkan
oleh orang tuaku dan Robbypun telah siap. Persiapan yang dilakukan jauh-jauh hari,
aku dan Robby bagai pasangan yang selalu memadu kasih, tak terpisahkan.
Tepat hari rabu, 15 Febuari 2022,
akad nikah janji sehidup semati diikrarkan di depan penghuli dan dilanjutkan
acara resepsi pernikahan menjadi sejarah terindah dalam hidupku, Robby tak
melepaskan genggaman erat di tanganku. Wajahnya berbinar, kebahagiaan terpancar
sekali, senyumnya menggembang menyalami tamu-tamu yang datang silih berganti. Acara
resepsi yang berlangsung mulai pagi sampai berakhit jam 14.00. Robby memboyongku ke rumah
pribadiya.
Robby menggendongku, membawanya masuk ke
kasur empuk, tempatku dan Robby menjalani malam pertama, sebagai sepasang
pengantin yang mabuk asmara. Malam itu untuk pertama kalinya kuserahkan
keperawananku pada seorang laki-laki, hanya Robby, suamiku memeluk dan
mennciumku bertubi-tubi . Robby menjalankan kewajiban pertamanya, memberi
nafkah bathin padaku. Malam pertamu, aku merasakan cinta Robby yang luar biasa,
sampai esok pagi.
:"Astri ternyata kamu tak perawan, tak ada setitik
darah yang terlihat di sprei ini”.
“Aku masih perawan Robby, hanya kamu
laki-laki yang tidur denganku”.
“Bohong! Kamu memang wanita tak punya
malu, pembohong!.
"Robby, aku tak bohong. Sungguh!.
"Tahu gini, aku tak akan menikah denganmu!
Setan!.
"Ya Allah Robby”.
Tiba-tiba
Robby, menjambak rambutku dan melempar sampai aku jatuh ke lantai. Bruaak! Tangan
kiri dan kepalaku jatuh berdarah mencium lantai. Rasa sakit, disekujur tubuhku,
tak sebanding dengan sesaknya hatiku menerima perlakuan sekeji ini yang tak tertahankan. Robby terus menghajarku
dengan serangan bogem mentah tangan kirinya. Aku menjerit kerass,
"Jangan
sakit Robby, hentikan!.
"Tak
perawan ngaku-ngaku masih gadis, kamu pembohong, setan!.
"Jangan
sakiti aku!.cukup!.
Aku yang lemah tak bertenaga tak sanggup menangkis,
melawan suamiku sendiri, bibirku jonnntor berdarah, merangkak memohon ampun tak digubris, sampai aku pingsan
tak ingat apa-apa. Entah berapa kali tubuhku, ditendang, dijambak dibanting seolah
aku tak punya harga di mata suamiku. Tak tahu berapa lama aku pingsan,
ketika kubuka mata, ternyata aku terbaring di kamar, ada memar kemerahan di
tanganku, sakit dan perih. Kulihat Robby
memasuki kamar dan mendekatiku.
"Mangkanya jangan pernah membohongiku,
akibatnya seperti ini".
"Sumpah, aku tak bohong".
"Diam, kuhajar lagi nanti!.
Sapu
tangan kecil yang dipengang Robby dicelupkan di air hangat dan dikompreskan di
keningku. Obat merah dan minyak kayu putih ia oleskan ditangan dan kakiku.
"Terima kasih Robby, ini udah agak
mendingan".
"Istirahatlah!.
Robby meninggalkanku keluar kamar, dan
menutup pintu. Air mata yang jatuh dari pelupuk mataku, rasa sedih, kecewa, menjadi
satu. Ya Allah kukira Robby baik tapi kenapa keji sekali. Siang itu tangisku tumpah,
rasa tak percaya, suamiku tak punya perasaan dan empati padaku.
Mengapa hari-hari bahagia yang harusnya kulalui bersama suamiku, nyatanya seperti berada di neraka ?, Baru saja menikah aku jadi babak belur karena suamiku menuntut ada darah keperawanan setelah berhubungan suami istri. Tak tahu harus apa, aku menangis, harapanku tak seinndah kenyataann. Aku dirundung duka sendiri, tak ingin menceritakan konndisiku pada kedua orang tua. Tak lama Robby mengetuk pintu kamar, membuka daun pintu membawa sepiring bubur dan teh hangat.
"Ayo bangun jamgan malas, ini makan
sendiri”.
"Terima kasih, aku tak selera maka!.
"Makan dari pagi kamu belum makan,
jangan buat kesal ayo makannlah”.
Ngilu
yang teramat sangat pada persendihan tagan dan
kaki yang kurasakan, kupaksakan makan
dan minum sendiri sambil duduk. Robby tak memperhatikanku, sibuk dengan bermain
game di hpnya. Aku menarik nafas
dalam-dalam, memakan bubur dan memasukanya ke dalam mulutku yang masih luka
memar, sakit untuk mengunyahnya ya Allah beri aku kesabaran.
Minggu berganti minggu, hari-hari indah yang
kudamba, menjadikan rumah tanggaku adalah surgaku, tak pernah jadi kenyataan.
Perlakuan kasar Robby, memberlakukanku seperti pembantu, ia ringan tangan menampar, memukulku bagai tak punya rasa
kemanusiaan membuatku sangat kecewa, sikap Robby tak seperti yang kukeal
sebelumnya. Air mataku tak pernah berhenti menangis merasakan penderitaan yang
telah dia berikan padaku.
Kuingin menyudahi perkawinanku yang masih
seumur jagung , tapi Robby mengancamku, akan berbuat lebih brutal jika meminta
cerai dan melaporkan perbuatanya pada
kedua orang tua. Kuakui Robby pandai bersilat lidah, dan bersandiwara di depan
keluargaku untuk menyembunyikan kesalahannya. Haruskah aku menerima perlakuan suamiku yang
keji ini. Aku berhak bahagia menjalani sisa hidupku.
Nasi yang telah menjadi bubur, tak akan
lagi mampu menggubahnya. Segala sesuatu yang diawali dengan kebahagiaan belum
tentu berakhir dengan kebahagiaan, begitu pula.sebaliknya. Semoga kisahku tak terulang
pada wanita lainnnya, tak berakhir bahagia.
Seharusnya Astri mengajak suaminya untuk membuktikan secara ilmiah dengan cara konsultasi ke dokter untuk menjelaskan bahwa keperawanan tidak harus ditunjukkan tetesan darah dimalam pertama.
BalasHapusTerima kasih ya Bu atas BW nya .
HapusMantap Bu Luki. Terus berkarya dan menginspirasi ya.
BalasHapusBw https://muchkhoiri.com/2021/02/wanita-tas-dan-identitas/
Matur nuwun Pak Khoiri atas BW nya Alhamdulilah
BalasHapusSedih....
BalasHapusNgeh Bu Mien
BalasHapus