RAMESAM (RATAPAN MEMORI SANG MANTAN)

 



 

      Memori yang  tertanam di pikiran dan hati tak mungkin mampu terhapus dengan mudah seperti pakaian kotor yang dicuci dengan detergen  bersih tanpa noda yang tertinggal, memori sang mantan yang berkesan takkan hilang tanpa  proses yang berliku. Inilah kisahku Ramesan,  ratapan memori sang mantan.

       Dewi, orang-orang yang biasa  memanggilku. Aku seorang perawan tua,  yang berjanji tak akan  menikah, dengan laki-laki manapun. Pengalaman kelam, yang pernah singgah dalam hidupku dua tahun lalu, laki-laki yang menghamili dan telah beristri,  membuyarkan harapanku membangun keluarga kecil, untuk hidup selamanya berdua,  hanya tinggal kenestapaan yang singgah di hati kututup dalam-dalam tak ingin merasakanya kembali untuk kedatangan cinta berikutnnya  

       Malang tak bisa ditolak kegadisanku terrenggut , terkoyak dengan  kisah cinta yang tak sempurna, tak berlabuh  dalam sebuah mahligai perkawinan, menyisakan luka berkepanjagan dan kekecewaan saja. Trauma mengenal rasa cinta dengan lawan jenisku, hanya setitik harapan yang kupunya, menemukan keajaiban cinta yang selama ini  kurindakan.

   Kaca hatiku yang remuk redam mengingat satu nama, Tejo laki-laki buaya, yang berpengalaman mempermainkan hati wanita, rayuannya mampu menerbangkan cinta sampai langit ke tujuh. Bermodalkan  tipu daya, si pemikat para wanita ini, meluluhkah hati sekeras batu karang  mencair berubah menjadi tetesan air yang siap menunggu komando  menuruti nafsu bejat Tejo. Wajahya tak ganteng-ganteng amat, hanya sorot matanya yang teduh, nada suaranya yang merdu mampu meghilangkan kemarahan. Bahu Tejo yang besar & bidang, tempatku mencurahkan suasana hati yang sedih maupun senang, hangat pelukannya yang mampu menghalau semua masalah yang menghadang di dalam diri.

      Tejo, bukanlah laki-laki titisan dewa yang membuat wanita sepertiku bertekuk lutut padanya sampai-sampai tak mampu mempertahakan kegadisanku , memberikan sepenuhya cinta dan pengorbanan padanya, bodohnya aku waktu itu tak berfikir dua kali sebelum bertindak. Frekuesi bertemu membuat hubunganku semakin dekat, Tejo menggauliku seperti istrinya sendiri.

     Benih-benih Tejo, telah bersarang di rahimku, yang   telah menghentikan siklus  haid sebulan lalu, inilah yang kutakutkan terjadi, hamil diluar nikah. Seharian aku berada  di kamar kos, perutku mual  dan muntah-muntah gejala ini sering kutemui ketika masuk angin habis terkena guyuran hujan. Kali ini beda, setelah kucek dengan testpack, hasilnya positif hamil, Ya Allah.

      Antara sedih dan malu, belum menikah telah hamil duluan, tentu akan membuat aib besar. Kuputuskan  menemui Tejo, di tempat nongkrongnya pangkalan ngojek. Kulihat Tejo duduk mesra dengan seorang wanita paruh baya, tanganya memeluk erat pinggang wanita itu, Tejo  tak melihat kedatanganku yang terus melangkah menuju kedunya.        

            "Tejo, ini siapa?.

            "Dewi, kenapa kesini?. Ini Dian temanku".

            "Teman?, kok enak panggil aku teman!.

            "Aku istrinya mbak. Namaku Rokayah".

            "Hah, mbak istrinya?

            “Ya, kenapa?.

Aku tersontak kaget gemetar mendengar kata=kata Rokayah. Tejo, pacarku telah beristri, kumelangkah mundur ke belakang.

            "Tejo, ternyata kamu telah  beristri, teganya berbohong padaku!.

            "Dengar aku dulu sayang, ini tak seperti yang kau bayangkan Dewi".

Aku meninggalkan Tejo yang berteriak memanggil namaku,  Dian dengan kemarahan memuncak menampar wajah Tejo yang berseligkuh. Sedih sekali, kukira Tejo adalah satu-satuya milikku ternyata dia telah beristri, bangsat!.

     Langkah kuhentikan di bawah pohon trembesi, aku duduk bersandar di kursi kosong, kutumpahkan, rasa penyesalan yang teramat sakit, menyesakkan dada. Duniaku terasa hancur, benih yang kukandung dari laki-laki yang tak bertanggung jawab, seakan akulah sampah masyarakat. Aku tertunduk lesu, harapanku kosong. Tejo teganya berbohong, mengaku masih bujang teryata telah beristri, pengorbananku selama ini seperti tak dihargai. Tak tahu harus apa, mengadukan nasib ini pada siapa, aku terus menangisi beban masalah yang menggerus hati.

     Terbayang hal yang akan terjadi pada kehamilannku ini, bila perutku semakin membesar, Apa yang harus kukatakan nanti bila ada yang bertanya, siapa  bapaknya? Ya Allah tolong aku. Aku terus melangkah menyebrang tikungan jalan, tanpa melihat kanan kiri, tiba-tiba braaak, tabrakan tak terhindarkan, seorang pengguna motor nyelonong tanpa klakson  menabrak ke arah samping kiri, membuatku jatuh nyungsep di trotoar jalan, tak sadarkan diri, semua menjadi gelap.

 Kubuka mata yang terlihat warna lampu dan ruangan asing, yang tak pernah singgah disini.

            "Mbak sudah siuman? .

            "Anda siapa?  Mengapa saya di sini?.

            "Saya Joni mbak, yang menabrak  anda waktu melewati jalan Yos Sudarso. Maaf mbak".

            "Joni, kakiku sakit tolong jelaskan kenapa?.

            "Mbak mengalami keguguran, janin tak dapat diselamatkan. Maafkan saya Mbak".

Aku memandang Joni, dengan tatapan kosong, rasa sakit sekali  di kedua kaki, sedih kehilangan janinku, mungkin ini jalan yang terbaik harus kuterima.

           "Mbak kok tak dijawab, nama mbak siapa?.

            "Aku Dewi".

            "Dewi, maafkan.  Aku akan bertanggung jawab atas biaya selama pengobatanmu ini".

            "Iya terima kasih".

Masih  terbaring lemah, saat suster dan dokter datang untuk  memeriksa kondisiku. Joni tetap duduk di samping tempat tidur. Selang yang masih menempel di tangan kiri, rasaya nyeri sekali.

       Joni terus menemani dan menjagaku di rumah sakit. Kutertidur lagi sampai  suara nyaring terdengar dari dalam tas, dan kubuka, ternyata panggilan video call dari Tejo.

            "Dewi kamu dimana sayang?.

            "Kenapa nanyak-nanyak, urus saja istrimu!.

            "Tolong jangan bilang begitu, istriku segera kuceraikan, percayalah”.

            "Tejo, tak usah kau ceraikan istrimu, biarlah aku yang mundur"..

            "Tidak Dewi, aku mengharapkanmu jadi istri baruku!.

            “Aku tak sudi bersuamikan laki-laki sepertimu!.

            "Kamu harus mau Dewi, akulah masa depanmu kelak".

Kumatikan hp, hati ini masih sakit mengingat kejadian waktu itu. Ingin pergi jauh-jauh dari laki-laki yang tak bertanggung jawab. Kututup wajah, air mata yang jatuh membanjiri pipi dan bantal putih tempat tidur. Joni sedari tadi melihatku menangis, segera mendekati.

            "Dewi, tadi yang menelpon kamu siapa?.

            "Dia Tejo’.

            "Pacar atau mantan?.

            "Itu ndak penting!.

            "Maaf ya”.

       Aku hanya diam membisu, melihat Joni yang terus melihatku. Luka yang kurasa begitu  dasyatnya, menelan rasa kecewa dari laki-laki yang terkasih. Kusimpan kepahitan ini  dihati yang terdalam. Rasanya tak ingin mengulang lagi di kisah cinta ini yang memilukan.

       Menyesal selalu  menyudutkan kesalahan yang telah  kujalani. Aku tak mau terus terpuruk dengan ingatan yang semu, aku mau bangkit dan menjalani hari-hari dengan semangat baru, menatap dunia dengan langkah pasti.  Kepahitan yang kualami bersama Tejo, biarlah menjadi cambuk yang keras,  membuatku lebih berhati-hati memilih teman, tak ngawur mengambil keputusan. Memang pengalaman adalah guru yang terbaik. Kuyakin pada Allah SWT, akan terasa indah pada waktunya. Manusia hanya mampu melakukan, Allah SWT yang merencanakan semua, termasuk jodoh. rejeki dan maut yang telah digariskan olehNya.

      

 Surabaya, 10  Oktober 2022

           

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA