BAKSO LIUR KUNTILANAK
Siang
terik matahari panas , warung bakso Lumayan, yang terletak di jalan Tenggumung
no 89 sisi jalan raya tampak ramai sekali, puluhan motor terparkir di depan.warung makan yang didatangi
pelanggan , dari mulai anak-anak, dewasa
dan orang tua yang duduk menyantap
semangkok bakso pentol daging sapi dengan ukuran jumbo. Kuah berkaldu agak
mengental tercium wangi, berwarna kecoklatan, aneh memang, harusnya sedap kuah
baksonya, menggungah selera makan, untuk
mampir makan di warung bakso. Tak banyak orang tahu, warung Lumayan tak menjual
bakso biasa, melainkan bakso liur kuntilanak. Seorang kuntilanak berada di dalam sebuah kamar tersendiri, gelap tanpa ada lampu, cahaya
mataharipun tak bisa masuk. Ruangan tertutup tak sembarang orang bisa masuk,
terdapat timba besar berisi kembang
tujuh rupa, beberapa panci besar tanpa
ditutup tampak kuah yang penuh pentol bakso,
menunggu tetesan air liur kuntilanak,
agar sedap, rasanyapun enak dimakan. Para
pelangganan semakin banyak, membuat warung bakso lain penasaran, ingin
tahu resepnya.
Warung bakso Lumayan, memang selalu
laris manis, padahal warung tempat lain yang berjualan, kadang sepi kadang pula ramai. Sholeh pemilik
warung bakso Lumayan yang hidup sendiri berjualan bakso tak menggunakan tenaga
karyawan, takut rahasia baksonya terbongkar. .
Sejarah membuka warung bakso teringat jelas dalam pikiran Sholeh. Saat itu Sholeh membuka warung bakso satu-satunya
di kampung Wonokusumo tepat didepan rumahnya. Warung bakso kecil=kecilan yang
sibangun demi menyambung hidup untuk istri dan anaknya. Warung bakso yang
dibangun dengan menghilangkan ruang tamu rumahnya, untuk rombong bakso,
beberapa kursi , meja sederhana untuk pembeli yang mau makan langsung di warungnya.
Warung bakso selalu buka mulai jam 10.00 pagi sampai malam setiap hari dibantu Minten, istrinya. Bermodalkan
uang pas-pasan, membuat Sholeh menggunakan daging ayam untuk membuat
pentolnya. Para tetangga yang mulanya tak tahu, mulai mencoba membeli bakso
dan banyak yang suka, tak jarang jualan bakso Sholeh ludes habis terjual.
Keuntungan
hasil jualan bakso cukup banyak, dan warung baksonya dinamai warung bakso
Lumayan. Seperti laut, pasang surut sebulan
berjualan jualan bakso kadang laku keras, kadang pula laku
sedikit, Sholeh menerima dengan iklas. Jombe tetangga sebelah rumah , punya
sifat sirik, iri dengki. Ia tak suka melihat orang lain hidup bahagia. Jombe membuka warung bakso berniat menyaigi warung Sholeh.. Warungnya Jombe dibuat sengaja lebih besar, baksonya juga lebih komplit, ada siomay, tahu
bakso, gorengan dan pentol isi telur
puyuh. Berbeda dengan warung bakso Sholeh . Untuk mematikan pasaran bakso
Sholeh, Jombe sengaja menjual bakso
dengan harga yang lebih murah . Alhasil hamper
semua pelanggan Sholeh pindah ke warung bakso Jombe. Dia tertawa bahagia melihat warung
Sholeh tak laku dan terpuruk.
Hari demi hari waktu terus berlalu, saingan
penjual bakso antara Jombe dan Sholeh kian tidak sehat. Sholeh pontang-panting
mencari hutang untuk terus bertahan dengan warung baksonya yang semakin sepi, sedang Jombe dengan akal bulusnya terus
menghasut warga sekitar, bakso Sholeh menggunakan daging tikus, kuahnya pakai tulang ayam busuk karena
tak mampu beli, mie bakso yang dipakai berjualan sudah kadulawarsa.
Beberapa hasutan ini menjadi pukulan
tersendiri bagi usaha warung bakso Sholeh kian hari tak ada pembeli. Sholeh tak
tinggal diam, ia menegur secara baik-baik pada Jombe, berharap Jombe sadar,
mengakui kesalahannya, meralat
hasutannya. Nyatanya malah sebaliknya Jombe
(alias si bibir domble) menjadi-jadi. Jombe melaporkan warung bakso Sholeh ke pihak
berwajib, menuduh bakso Sholeh beracun, dengan bukti-bukti yang ia buat sendiri, dan membayar orang
suruhanya menjadi korban bakso beracun, Jombe memprovokasi warga seakan-akan
bakso Sholeh berbahaya dikonsumsi, dan telah jatuh korban. Celakanya banyak warga yang percaya saja tanpa
ditelusuri dulu kebenarannya. Pihak berwajib melakukan tindakan preventif masih
menelusuri kebenaran lapaoran Jombe dengan melihat alat bukti dan korban yang
ada, tidak main tangkap seperti tujuan Jombe agar Sholeh masuk penjara.
Esok harinya puluhan warga membawa pentungan,
memukul, menendang, menghancurkan dagangan dan rumah Sholeh sampai rata dengan
tanah. Sedih, marah, sakit hati dengan hasutan dan fitnah yang begitu kejam,
jauh dari kebenaran, Sholeh tidak diberi
kesempatan untuk menjelaskan hal yang sebenarnya. Saat rumahnya didatangi warga
Sholeh melawan tak terima warung dan rumahnya dihancurkan. Ia berteriak minta
tolong, tapi tak satupun tetangga yang tergerak hatinya untuk menolong Tenaga Sholeh
istri dan 2 anaknya tak mampu menghalau warga merusak harta bendanya. Perasaan Sholeh
yang hancur, sakit hati, menangis, memohon warga tapi tak di gubris. Bukan itu saja, para warga mengusirnya dari kampung
itu.
“Pak Sholeh, baksomu telah meracuni
pak Sono, dan bu Tika!
“Dengar pak, pak Sono dan bu Tika
tak pernah beli bakso saya!.
“Kamu bohong !. Mana mungkin ada
maling ngaku!.
“Saya berkata jujur pak!.
“Menyingkir kamu dari kampung ini,
Kami tak sudi beli bakso beracunmu!.
“Ya Allah, apa salah saya! Jangaaan saya
tinggal dimana?.
“Kamu dan keluargamu, angkat kaki
dari kampung ini, pergi!
“Terus saya akan tinggal dimana?, Jangan
!
“Urusanmu Sholeh, cepat pergi
sebelum kami hajar !.
Wajah
Sholeh yang memerah, sedih, marah, menjadi satu, Ia merangkul istri dan kedua
anaknya Tono dan Tegar pergi berjalan keluar dari kampung itu. Hati Sholeh marah sekali dengan warga, lebih-lebih
dengan Jombe sang provokator.
“Minten jangan menangis, ayo kita
pindah”
“Kita pindah kemana pak!.
‘Aku juga ndak tahu, Kita cari
kontrakan”.
“Bapak masih punya uang bu?
Alhamdulilah.
‘Bapak tak terima perlakuan warga
dan Jombe. Bapak akan membalasnya!,
Harta benda tak sempat terselamatkan,
baju yang menempel di badan dan uang tabungan yang dibawa Sholeh. Nyali di hati
terus menguat ketika melihat wajah anaknya, Tegar dan Tono. Hari menjelang sore
Sholeh akhirnya mendapatkan rumah kontrakan sangat sederhana. Sholeh melihat kelelahan
di wajah Minten dan kedua anaknya. Mendapatkan
rumah kontrakan yang kecil dekat kandang
kambing , berbau plencing membuat Sholeh menangis rasanya tak tega , tapi mau
apalagi, uang yang di kantong pas-pasan , tumah kontrakan harus dibayar di depan.
Minggu berganti bulan, tak terasa telah
setahun Sholeh menempati rumah itu, Ia bekerja serabutan, kadang narik becak, jadi
pembantu tukang bagunan, mengais rejeki demi asap dapur mengepul, kedua anak
dan istrinya bisa makan, Sholeh terus bersyukur.
Malam jumat sehabis sholat magrib , Sunaryo
teman lamanya datang bertamu ke rumah.rumah kontrakannya. Sholeh senang sekali
melihat sahabatnya satu ini.
“Sholeh, kuat sekali tinggal di rumah
yang berhempitan dengan kandang kambing!.
“Kondisinya lagi ndak punya uang maklumlah“.
“Kenapa tidak bekerja yang lain,
berjualan ?
“Dulu saya pernah berjualan bakso.
“Sholeh, di sana ada temanku yang
berjualan bakso laris sekali”.
“Benarkah? . Caranya bagaimana?
“Mau saya beritahu? Dengan air liur
kuntilanak”.
“Benar bisa? Saya mau, mau”.
“Besok pagi ayo saya antarkan ke Rejoso,
dukun sakti itu”.
“Baik”.
Esok
paginya aku dan Sholeh, menemui Rejoso, dukun sakti kenalan baikku rumahnya 700
meter jaraknya di belakang rumah. Rejosa,
menyambut baik kedatangan kami.. Rumah Rejoso yang dekat persawahan. Rumahnya
besar, beraura gelap, dihuni gondoruwo dan kuntilanak. Rejoso pemilik ratusan
kuntilanak, yang bisa disewakan untuk penglarisan jualan apapun bisa laris/laku
keras dengan air liur kuntilanak. Air liur gondoruwo juga bisa tapi kuntilanak
lebih mantap.
Di rumah Rejoso yang tercium bunga melati
dan minyak wangi Serimpi, membuatku gugup dan lumayan takut saat kucing hitam
milik Rejoso mendekati dan duduk di sampingku. Kuceritakan keinginan Sholeh untuk
menyewa satu luntilanak, Rejosopun mengizinkan, asal Sholeh mau member tumbal
tiap tahunnya. Awalnya Sholeh takut menerima syaratnya yang limayan berat,
memberikan tumbal manusia, tapi setelah Rejoso memberi secarik kain kafan putih yang sidalamnya ada lafad
rajah, Sholeh mengangguk, langsung
percaya.
Hati Sholeh berbunga-bunga, ia ingin
berjualan bakso seperi dulu, ia ingin membalas dendam pada Jombe dan
orang-orang yang menghancurkan rumah dan warungnya ( Bersambung)
Mantab. Lanjut horornya jadi buku
BalasHapusSiap pak Inin
BalasHapusDi nanti lanjutannya bu..sipp
BalasHapusSiap
Hapus