JALAN MELATI NO 1
Senja
pagi telah nampak di langit kuburan Keputih Surabaya, kesunyian jauh dari hingar
bingar keramaian, tak ada sesuatu yang bergerak, hanya ada kedamaian abadi para penghuni kubur. Pepohinan
yang bergerak kiri-kanan mengikuti angin yang menggoyangkan dedaunan. Suara
jeritan keras sesaat terdengar dari
kejauhan, walau tak nampak apa-apa.
Tepat
dibawah pohon kamboja merah,, di sekitar kuburan banyak bunga dan dedaunan yang
jatuh, aroma wanginya membuta orang merinding melewatinya, makam kuburan tiba-tiba berasap seakan
roh keluar dari makam.
Batu
nisan yang tertulis nama Munarsih, penderita gagal ginjal & terinfeksi covid
19, meninggal 12 September 2023 yang tengah berbadan dua. Kehamilannya berusia 9 bulan, yang menunggu hitungan hari
untuk melahirkan. Takdir berkata lain, Munarsih telah meninggal selah 10 hari
dirawat intensif. Duka yang dalam
dialami oleh suami Munarsih, Rozak yang
mendambakan seorang anak lahir di dunia dari rahim istrinya, setelah 10 tahun menikah, tanpa momongan, Memang
manusia hanya bisa merencanakan Allahlah penentu semua. Rozak menangisi kepergian
istri dan calon bayinya. Herannya tak satu haripun hari-hari Rozak terlewat tanpa menangis dan menyebut nama istrinya.
membuat arwah Munarsih tak tenang, memghambat jalannya menuju alam barzah. Ia
hidup kembali, bukan sebagai manusia, tapi mahluk jadi-jadian penganggu
manuasia, kuntilanak.
Saat
wafat Munarsih dikebumikan di pemakaman Keputih, khusus korban meninggal karena
covid 19, ia menampakkan diri menjadi seorang wanita muda yang cantik, membuat
calon korbannya terpikat, melakukan apa saja permintaannya, puncaknya para
korban lari, menjerit ketakutan melewati
jalan Melati np 1, yang sebenarnya adalah komplek pemakaman Keputih Surabaya.
Bulan
purnama menampakkan wajah yang putih
bersinar, bintang-bintang tersenyum menyambut datangnya malam, Munarsih berdiri
di tepi jalan, memakai daster putih polos, perutnya terlihat membuncit, ia memeganginya
sambil menunggu taksi lewat di jalan itu, benar juga tak lama mobil bercat biru
berhenti saat tangan Munarsih melambai, menghentikan laju sopir taksi Blue Bird.
“Ya
bu, silahkan masuk, pakai sabuknya, mau kemana”.
“Antar
saya ke RS, Suwandi, sepertinya akan melahirkan”.
“Baik,
baik saya akan mengantar ke RS Suwandi segera.,
Nama
dada Sopir yang tertulis bernama Diki, setelah berkenalan ia melihat ke arah Munarsih dari kaca spion mobil,
tanpa menaruh curiga apa-apa padanya, seperti penumpang lainnya ia terus
berkomunikasi menghilangkan rasa kantuk yang menderannya. Padahal Munarsih bukan
manusia, wanita yang telah terkubur 40 hari lalu, dalam kondisi berbadan 2, Munarsih
tersenyum saat melihat Diki terus memandangginya. Wajah Munarsih yang mulanya
terlihat cantik pipinya merah merona, bulu matanya lentik dan indah, rambutnya
tertata bagus, tiba-tiba berubah. Sepasang bola matanya terbelalak membesar seperti ukuran bola tenis, urat-urat matanya yang memerah hampir keluar, darah segar menetes dari ujung
bibirnya, tertawa cekikian, rambutnya acak-acakan seperti kuntilanak. Tak itu
saja laju mobilnya tak kunjung sampai ke rute RS Suwandi, malah berputar-putar melewati
jalan Melati no 1, saat bingung keringat
dingin terus mengucur di dahinya. apalagi melihat perubahan wajah Munarsih, ia
semakin kaget & ketakutan, Diki berteriak panik
“Kamu siapa? Siapa!. Tolooooooong !
.
Hi, hi,hi.
Diki
bertindak cepat, ia menghentukan mobilnya dan membuka pintu, alangkah terkejutnya
melihat kursi penumpang telah kosong, wanita itu telah menghilang. Diki
tersenyum lega, ia cepat-cepat menghidiupkan mesin mobil dan tancap gas keluar
dari jalan Melati. Setelah beberapa
menit, Diki baru tersadar, mobilnya tersesat ia telah berada di tengah-tengah
kuburan yang gelap dan sunyi tak ada orang yang terlihat di sana, Diki turun
dari mobil dan lari tunggang langgang, sampai jatuh ke parit, ia bangun lagi dan terus berlari meninggalkan
mobilnya, menjauhi tempat kuburan. Trauma
dan kapok perasaan ini melanda pikiran Diki, tak ingin bertemu dan melewati
jalan Melati No 1.
Surabaya,
2 November 2023
Komentar
Posting Komentar