KEPERCAYAAN DIRIKU, BAGAI BURUNG TERBANG KE ANGKASA
“Kalau tidak berani
menantang diri untuk melakukan hal baru. Kita tidak akan pernah menambah
pengalaman berbeda”.
Siapa bilang aku tak belajar?. Berprofesi
sebagai guru, tak membuat aku puas dan berhenti berusaha, mencari tantangan
baru, dengan kemampuan yang pas-pasan terdengar konyol, tapi inilah aku.
Kegiatan menulis bukan perkara yang mudah,
mengeluarkan image-image dan menghubungkannya menjadi sebuah tulisan yang enak
dibaca adalah sebuah tantangan tersendiri. Latihan menulis berkelanjutan, bagai
pisau yang terus diasah akan tajam untuk digunakan, demikian pula dengan
mengasah kemampuan.
Mempunyai kemampuan tak harus pamer, biarlah orang lain yang menilai kelayakan
kemampuan seseorang, bagai padi semakin berisi akan semakin menunduk, itulah
semboyanku.
Pengalamanku mengikuti lomba cerpen sasek saebo
(satu sekolah satu buku), yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan Surabaya dalam
rangka memperingati hari guru . Diri ini merasa tertantang, sampai dimana kemampuan
menulis yang kumiliki. Bagaimanakah respon seseorang terhadap postingan tulisan
yang kubuat. Selama ini prosentase respon menulis, ku-ukur dari jumlah
pengunjung dari blogger yang kubuat.
Penasaran melihat , pengunjung
blogger sedikit, apakah tulisan yag kutulis
tak layak baca?. Hal inilah yang
mendasariku mengikuti lomba.
Cerpen dengan judul “Menggapai Cita di
perempatan Lampu Merah” adalah inspirasi tulisanku. Banyak pengorbanan yang kulakukan selama menyusun tulisan cerpen ini. Selain
menyendiri mencari ide-ide kreatif, aku harus berlama-lama mengetik di depan
laptop. Teman-teman sekerja bisa jalan-jalan ketika waktu istirahat, mereka
bisa ngrumpi indah, merasakan happy moment dengan teman lain, sedang aku menulis
dan melanjutkan tulisan bab demi bab.
Teman-temanku bisa bercanda dengan leluasa, aku hanya bisa menahan rasa tetap melanjutkan tulisan cerpenku. Terus
berjalan seperti air mengalr
Aku meminta masukan Pak Khoiri pada tulsan cerpenku, meski tak
semanis buah mangga, tetap kutempa semangat di hati agar tidak redup. Masukan
Pak Khoiri sangat membantuku memahami
tata cara menulis dengan baik. Aku
terus berdoa dan berusaha menyelesaikan
tulisan sebelum deadline pengumpulan cerpen. Penyusunan tulisan cerpen ini tak hanya kukerjakan di sekolah
tempatku bekerja, tapi di rumahpun tetap berlanjut sampai larut malam. Rutinitas
menulis ini sampai membuatku sakit mata.
Selain mengikuti cerpen aku juga mendaftar
forum ilmiah yang berjudul “Media wakelet, solusi cerdas pemahaman Bahasa
Inggris daring siswa VII A”. Dua-duanya menyedot perhatianku. Aku berusaha mengerjakan semampu tenaga yang
kupunya. Sampai akhirnya cerpen dan tulisan untuk forum ilmiah selesai
kubuat,
Rasa syukur yang tak terhingga, Alhamdulilah aku
telah menyelesaikan kedua tulisanku. Hari demi hari aku menunggu pengumuman
lomba. Jumat, 12 November ada undangan Dinas cerpenku masuk 6 besar. Setelah melalui
detikdetik presentasi final, aku masuk harapan 3 yang prosentasinya 19satu) banding 100. Total jumlah peserta yang mengikuti lomba cepen wakil dari SMP
negri maupun swasta adalah 601
guru. Ya inilah hasil yang kuperoleh. Aku
mengucap syukur kehadirat Allah SWT. Awal
mengikuti lomba, dengan hasil yang
lumayan.
Dua hari kemudian, pengumuman lomba forum ilmiah, undangan tertuls dari
Dinas telah tersampaikan. Total jumlah peserta forum ilmiah adalah 975,
terpilih 250 guru yang layak menjadi pemrasarana forum ilmiah yang dilakukan
melalui office 365, dan aku masuk di dalamnya.
Rabu, 23 November, aku mempresentasikan tulusanku menggunakan power point. Meski sedikit terkendala,
Alhamdulilah lancar. Tak ada juara 1, 2, 3 para guru berpartisiipasi untuk
mengembangkan diri melakukan inovasi
pembelajaran masa pandemic. Aku mendapatkan piagam pemrasarana seminar
nasional. Ada kebanggaan tersendiri setelah piagam kudapat. Itulah pengalaman
yang menantangku di bulan November ini.
Selamat nggih Bu Panca ....ibu benar-benar sosok pebeljar sejati. Belajar sepanjang hayat. Prestasi pun ikut mengiringi. Mantap dan keren istilahnya Cak Inin maren
BalasHapusMatur nuwun Pak hariyanto
Hapus