BUAH KESABARAN
Adzan ashar berkumandang dengan nyaring, sesaat waktu belajar mengaji akan dimulai,
teras rumahku berwarna biru muda tampak bersih setelah kusapu, Beberapa
tanaman terawatt, tertata rapi, dedaunan dan bunga melati, mawar yang
bermekaran menambah indah pemandangan
depan rumah. Reno, Boni, Ana, Eko, Banu dan Alisa berlari kecil sambil membawa tas kecil yang berisi Juz ama. .
“Assalammualaikum wr wb, kak
Ramadhan”.
“Waalaikum salam, Reno, Boni, Ana,
Eko, Banu dan Alisa, ayo masuk”.
“Iya kak “.
“”Ayo sebelum belajar mengaji kita baca
doa pembuka dulu”.
Tanpa
dikomando dua kali , Reno, Boni, Ana, Eko, Banu dan Alisa membaca bacaan doa
pembuka dengan suara keras, dan khusu’, tak ada satupun yang bercanda. 15 menit
berlalu, aku segera meminta mereka, membuka Juz ama, dan mulai membaca dengan
nyaring. Suasana rumah mulai ramai dengan suara Reno, Boni, Ana, Eko, Banu dan
Alisa mengaji. Mereka belajar mengucap satu persatu ayat di Jus ama dengan konsentrasi penuh.
Reno, Boni, Ana, Eko, Banu dan Alisa
anak-anak dari beberapa tetangga sebelah
rumah. Mereka selalu datang belajar mengaji setiap hari senin sampai jumat.
Reno, Boni, Ana, Eko, Banu dan Alisa berpakaian bersih dan rapu bau wangi tubuh
mereka menandakan mereka telah mandi sebelum datang mengaji.
Aku melihat wajah mereka satu per-satu,
ya Allah alangkah bahagianya Reno, Boni,
Ana, Eko, Banu dan Alisa yang masih punya orang tua. Mendapatkan kasih sayang
bapak dan ibu mereka, diperhatikan semua kebutuhannya, mereka sangat
terpelihara dengan baik. Reno, Boni, Ana, Eko, Banu dan Alisa sangat beruntung
dari pada aku. Aku yang tak perna bertemu ibu dan bapakku semenjak lahir,
bagaimana wajah ibu dan bapakku,
apakah mereka mirip denganku?. Perih memikirkanya, aku harus bersabar
menjalani, menjadi anak yatim piatu. Sejutra tanya tersimpan dibenakku yang tak
pernah kutemukan jawabannya sampai saat iuni. Tak ada foto ayah dan ibu yang terpajang di rumah ini, hanya foto paman yang disinmpat
di dompet bibi.
Selama ini aku diasuh seorang diri oleh Sulasih, bibiku. Ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga di
juragan Toni. Pamanku, Wagito telah lebih dahulu meninggal dunia karena sebuah
kecelakaan tragis. Selasih, bibiku menjerit, menangis, dan trauma yang dalam
atas meninggalnya paman. Mulanya bibi hanya menjadi ibu rumah tangga, setelah
kehilangan suaminya, ia harus bekerja sebagai tulang punggung keluarga, pencari
nafkah sendiri.
Sehabis sholat, kutengadah kedua tangan
memanjatkan doa-doa dan mengirim surat
Yasin untuk kedua orang tua & paman
agar mereka diberikan tempat yang nyaman, layak di sisiNYA. Rasa rindu ingin bertemu,
mendapatkan kasih sayang, merasakan sentuhan tangan yang lembut dari seorang
ibu, hanya bisa kusimpan dalam hati, aku hanya mampu menangis lirih merasakan
kesedihanku yang teramat dalam, mengiklaskan orang-orang yang terkasih
meninggal sebelum sempat bertemu.. Kuyakin sepenuhnya Allah SWT maha tahu, akan membimbing jalan
terbaik, kupasrahkan diriku atas semua kehendaknya, dengan kesabaran yang
kumiliki.
Sulasih bibiku tercinta, yang mengasuhku
mulai bayi sampai kini ialah pengganti ibuku. Bibi, secara tulus mengasihiki
seperti anak kandungnya sendiri, ia yang
telah berjasa besar pada hidupku, menafkahi dan mendidikku dari jenjang SD (di
pondok pesantren) sampai saat ini Selasih, bibiku yang bekerja mulai pagi sampai sore hari, membanting
tulang menghais rejeki halal demi aku.
Sejak kecil, bibi mendidikku
mendalami ilmu agama dengan baik, ia
mengirimku di pondok pesantren Jombang, sesekali bibi datang menjengukku,
menghiburku. Bibi yang member kasih sayangnya, beliau wanita kuat berhati
lembut. Belajar di pondok pesantren, aku mendapatkan macanm-macam ilmu agama
yang belum pernah kudapat sebelumnya., Di pondok, aku belajar membaca
al-Qur’an, dan memahami arti setiap ayat yang telah dibaca. Subhanaloh saat kupahami artinya begitu
dasyat, kekagumanku pada kitab suci al Qur’an.
Saat hatiku tengah kosong, kubaca kitab suci, dan hal itu membuat
perasaanku tenang.
Kecintaanku membaca al Qur’an kian hari
kian bertambah. Guruku melihat potensi yang kumiliki, mendengar merdunya
suaraku membaca ayat-ayat al Qur’an,
beliau memberi pelajaran khusus membaca al Qur’an, suaraku melengking, nyaring
sekali. Aku lebih paham membaca tinggi rendahnya tiap ayat yang kubaca.
Ajang lomba membaca al Qur’an antar kelas,
sekolah sampai tingkat nasional telah kulalui, Alhamdulilah aku berhasilk
menyabet juara pertama, membesarkan nama pondok pesantren Jombang, aku
dielu-elukan guru dan teman-teman di pesantrenku. Dari pengalaman mengikuti
lomba itu, aku merasa yakin, percaya diriku tinggi dalam membaca kitab suci al
Qur’an. Kepala pesantren meliuhat prestasi yang kumiliki,m sangat bangga.
Beliau memberiku beasiswa belajar gratis di pondokj sampai di Universitas. Berita
gembira ini kusampaikan ke bibi, tapiau tak setuju jika aku terus di pondok
pesantren Jombang. Bibi merasa kesepian hidup sendiri di rumah. Selasih, bibiku memintaku sekolah formah
setelah lulus pondok pewsanten. Aku melanjutkan sekolah di SMP dan SMU negeri
Surabaya, Saat di SMP dan SMU negeri aku
dapat beasiswa, gratis biaya pendikan, Alhamdulilah, ya Allah. Kuyakin sekali
beasiswa yang kudapat karena kehendak Allah yang memeri kemudaham dan
kelancaran studiku.
Saat ini aku belajar di IAIN Surabaya,
mendalami fakultas syariah dan hokum,
aku ingin suatu hari, menjadi guru agama islam suatu hari. Kuingin menjadi
kebanggan bibi dan kedua orang tuaku di sana, buah kesabaran.
\Surabaya
, Juli 2023
Komentar
Posting Komentar