BAYIKU BUKAN TUMBAL (BAGIAN 1)


    Kehadiran seorang bayi, pada pasangan suami istru adalah anugrah  dari Allah SWT, ia si pembawa rejeki,  buah cinta yang dirundukan, dalam mewujudkan rumah tangga yang bahagia, harmonis . Seorang bayi laki-laki maupun perempuan, pewaris keturunan dalam sebuah keluarga, Bayi yang cantik, montok dan sehat yang masih lucu-lunya, merekalah penglipur lara, penghilang kekakuan hubungan suami istri, bayi  menjadikan senyum ceria, keluarga. Seorang bayi menjadi pewarna  kehangatan keluarga mestinya dirawat, deididik, dipelihari dengan segenap cinta kasih orang tuanya, bukan disia-siakan dan diserahkan sebagai tumbal pesugihan. Yuk ikuti kisah ini.

             Rombong jualan pangsit ayam masih terlihat sepi pembeli, belum laku sama sekali, waktu telah menunjukkan jam 21.00 ,  hanya 1-2 tetangga datang membeli, makan di atas meja, Jono, si tetangga sebelah rumah,  memutahkan pangsit ayam yang baru dimakannya , belum 5 menit pangsit dihidangkan, rasa nek,  mual dalam perutnya tak mampu dihentikan. Sunyoto kaget melihat reaksi Jono, ia mendekati .  Raut wajah Jono, pemuda 22 tahun  marah,  sesaat melihat Sunyoto berdiri didepannya.

             “Nyoto, rasa semangkuk pangsit ayam kok seperti ini sich”.

             Memang kenapa Jon? Rasanya beda ya?”.

             “Tambah ndak enak, Nyoto, Ini kubayar Rp 10.000”.

             “Enak saja, harganya Rp 15.000, bukan Rp 10.000, rugi aku!.

             “Pangsit , rasa kotoran ayam, syukur masih kubayar!.

             “Kurang ajar kamu Jono !.

             “Mulai besok Aku tak akan beli disini! Sial  perutku sakit!

Jono terbirit-birit lari sambil memegangi perutnya. Sunyoto terdiam, kalimat kasar yang dikatakan Jono, terasa menikam  menusuk hati Sunyoto. Ia kecewa dan marah. Mie yang masih baru, sawi, ayam kecap satu panci, kerupuk pangsit ia lemparkan ke tanah, dan diinjak-injak dengan kedua kakinya, sebagai ungkapan rasa kesal.  

             “Bangsaat Jono!  mengapa aku harus menerima celaan!.

Sunyoto berteriak-teriak keras sendiri di dekat rombong, dan menangisi nasibnya. Ia berharap dengan berjualan pangsit dapat menafkahi keluarga kecilnya, lebih=lebih bayinya yang butuh susu, dan  tak murah, ingin untung, malah buntung, dicela orang lagi. Dewi mendengar ribut-ribut suara suaminya di luar, segera mendekati sumber suara dengan tergopoh-gopoh.

             “Pak, ada apa kok marah=marah. Kenapa semua kacau?.

             “Aku malas jualan lagi  bu. Aku malu dicela orang!.

             “Kenapa ? Sabar Pak, mungkin kita masih di uji Allah!.

             “Bukan perkara sabar dan diuji  bu. kita merugi!.

             “Iya pak, belum lagi buat beli susu untuk Zaskia”.

             “Tolong beresi ini bu, kucari wangsit di pohon keramat”.

             “ Bapak tahu tempatnya? Baik  pak”.

Tanpa membuang waktu Sunyoto segera mengambil montor, ia berkendara dengan kecepatan tinggi, melewati  arah jalan pohon keramat sendiri, yang diterangi cahaya bulan. Tiap Sunyoto mendapat masalah, solusinya meminta petunjuk mahluk penunggu pohon keramat yang ia percaya  mendapat jalan keluar dari semua masalah yang dihadapi.

        Sunyi, dan mencekam sesaat Sunyoto sampai di depan pohon keramat, yang letaknya di tengah hutan jati, sekitar 13 kilo dari rumahnya. Tanpa mengenal lelah, gelapnya malam, Sunyoto bertekat mengubah jalan hidupnya, menjadi orang kaya, dan dihormati oleh semua orang.

      Malam semakit larut, Dewi memeluk Zaskia, tertidur pulas dirumah kontrakan kecil, sebaliknya Sunyoto, yang duduk terdiam didepan pohon keramat, menunggu penhuni pohon untuk keluar menemuinya. Nyamuk-nyamuk ganas hutan mendatangi,  gigitannya terasa panas dan sakit. Sunyoto tetap duduk tak bergerak. 

       Sekelebat kilatan cahaya  keluar dari dalam pohon, dalam hitungan detik cahaya berubah  menjadi gumpalan asap berwarna hitam pekat. Sunyoto terbelalak saat melihat asap hitam, menjadi sosok wanita berwajah tikus, ia mirip siluman tikus.

             “Ha,ha ha jangan takut Sunyoto. Aku nyi Moroseneng.

             “Ampun nyi, saya mau cepat kaya, saya capek hidup miskin”.

             “Aku tahu, kamu mau melakukan semua syaratnya?.

             “Mau nyi, mau”.

             “Makan ayam bakar ini!, Setiap malam jumat penuhi nafsuku!.

             “Baik nyi, hanya itu?.

             “Ya, makam ayam bakar itu sekarang!.

      Ayam bakar yang terpajang didepan matanya,  Sunyoto mencium ayam bakar tanpa aroma sedap,  persis seonggok daging, hanya warna merah dan hitam yang terlihat,  Sunyoto mendekati ayam tersebut,  segera menarik, melahap sayap ayam.

      Kejadian  aneh terjadi pada  Zaskia, bayi yang berumur 2 bulan tertidur dengan ibunya, Zaskia berteriak keras dan kesakitan. Lengannya seperti tergigit, mendadak berdarah seperti sedang dimakan oleh mahluk tak kasat mata.

             “Huaa, huaaa, hua!.

             ‘Zaskia, kenapa ini?

             : Hua, hua, hua!.

Darah Zaskia membanjiri sprei tempa tidur. Tangan sebelah kiri, dimakan, dikunyah sampai tangan dan jari kiri habis. Zaskia,meronta, menangis dan pingsan . Dewi bingung, menangis melihat kondisi bayinya, berteriak minta tolong, berlari ke tetangga, yang jaraknya tak jauh dari rumahnya. 

             “Tolong, tolong tolong, bayiku!.

Dewi menceritakan ke bu Leni, dan para tetangga lain, membuat seisi kampung menjadi gempar, orang-orang berduyun-duyun menuju rumah Dewi, melihat kondisi Zaskia. Dewi berteriak memanggil nama Zaskia, tangan kanan, kedua kakinya hampir habis, bekas gigitan di  rongga dada, membuat zaskia, tak bernafas lagi.

             “Zaskia, Zaskiaaa, tolong, tolong bayiku, tolong”.

             “Sabar bu Dewi, sabar ya, Allahuakbar!.

        Pak Ridwan, RT kampung Duren gang 1,  berinisiatif memanggil haji Shoim, untuk mengobati keluarga Dewi, warganya. Untuk haji Shoim bersedia dan langsung berjalan ke rumah kontrakan Dewi.  Di rumah Dewi yang sempit du penuhi orang-orang yang melihat, bersimpati, berbela sungkawa dengan meninggalnya Zaskia, puteri satu-satunya Dewi dan Sunyoto, kondisinya yang tragis, badannya yang utuh tinggal kepala dan serpihan daging, blepotan darah yang sulit dijelaskan penyebab kematiannya.

             “Assalammualaikum wr wb, bu Dewi, ini haji Shoim”.

             “Bu Dewi kami sangat berbela sungkawa”.

             “Terima kasih Pak”. (Bersambung)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA