MENULIS PENTIGRAF : HANYA CINTA


 

  Awan putih menghiasi langit pagi ini, hangat sinarnnya seakan masuk ke dalam pori-pori kulitku.  Kubaringkan kepalaku yang terasa berat, pusing di  kasur  spring bed, kamar tidur. Hari ini aku seperti ling_lung, bagaimana tidak dari bangun tidur, mandi, makan dan membaca buku tidak konsen, yang kupikir hanya Rindi, gadis sederhana yang masih polos, diam=diam aku terkesan dan menyukainnya. Benarkah pepatah jawa bilang, witing trisno jalaran soko glibet, Rindi teman sekantor, bagian customer service meja 1, yang mampu menaklukkanku. Aku kagum padanya, Rindi tak seperti cewek lain yang matre, mengukur keberadaan laki-laki dari hartanya. Sebaliknya Rindi melakukan sesuatu dengan tulus apa adaya, tak dibuat-buat. Rindi, gadis yang santun, dia adalah tempat curhatku teryaman didunia. Halusnya budi bahasanya, tak bisa kujumpai dari cewek manapun, hanya dia waiita yang nyaris sempurna.

        Meja kerja Rindi yang bersebelahan dengan mejaku, menghadap computer dan melayani penggaduan para nasabah  bank dengan sabar dan bijak. Aku sering mencuri pandang, melirik  kearah Rindi,  yang serius mendengarkan komplain nasabah bank, waktu itu kehilangan dompet berisi buku tabungan dan ATMnya. Rindi memberi solusi yang cerdas, membuat nasabah lega dan puas. Tak semua pegawai customer service yang luwes sepertinya. Merdunya  suara Rindi yang mampu mendamaikan rasa pada lawan bicaranya. Rindi memang menarik dan pintar. Sering kulihat beberapa teman laki-laki sekantor yang berusaha mendekati Rindi, ingin mendapatkan perhatian dan cintanya. Aku terpancing emosi melihatnya, tak mau ada pesaing yang mendekati Rindi, dia hanya untukku. Laki-laki lain yang mendekati dirinya sering kuberi perhitungan, sampai Rindi tahu, dan marah besar denganku. Aku malu menyatakan perasaanku ke Rindi, bingung dan bimbang, bila kunyatakan takut  ditolaknya. Tapi hari demi hari, sikap Rindi  mulai menjauhi. Rindi, aku bingung harus bagaimana?

         Keesokan harinya kuberannikan diri menemuiya di saat jam istirahat. Aku mendekati dan menyatakan   rasa yang selama ini kupenndam. Mendengar itu, Rindi hanya terdiam dan mengawasku. Rasa was-was menghantuiku. Aku melihatnya dan bingung harus berbuat apa. Tiba-tiba  Rindi mendekatkan duduknya  kearahku. Ya Allah, aku semakin dag-dig-dug. Kepalanya disenderkan di  bahuku, sambil tersenyum tangannya menyenntuh tannganku, berbisik, I love U too. Alhamdulilah, lega rasanya,  Terima kasih Rindi

 

Surabaya , 25 September 2022

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKAN POCONG BIASA

PAHLAWAN PEMBERANI SEKOLAH

KERANDA MAYAT TERBANG