NYAWA YANG TER BUANG
Kehadiran
si
buah hati di dunia, adalah impian setiap
orang tua dalam membangun kesempurnaan biduk rumah tangga. Anak, tempat curahan
kasih sayang orang tua, titipan Tuhan yang maha esa, yang harus disayang, dibesarkan,
dididik, dengan seluruh jiwa raga. Anak, buah cinta yang terpelihara, mewarisi
sifat-sifat bapak-ibunya. Jika kehadiran anak tidak diharapkan, meragukan ibu
yang mengandungnya, maka bencana yang didapat. Bayi yang dilahirkan tak lagi
disambut indah, pelukan yang hangat, sebaliknya membunuh bayi yang baru
dilahirkan. Inalilahi wainalilahi rojiun, sebuah tindakan yang biadab. Tulisan
ini adalah pelajaran bagi para orang tua untuk selalu beriman, bertanggung
jawab, memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi, berfikir sebelum bertindak, dan
memiliki yangwawasan luas bila berencana memiliki momongan.
Hijaunya pepohonan berjejer di pinggiran
jalan dusun Magar Pati. Tetesan embun terasa segarnya, bunga-bunga cantik bermekaran tercium wangi, pagi yang indah.
pelangi di angkasa lukisan langit yang tertandingi di dunia ini. Rumah sederhana
berukuran kecil tertata rapi, Rukiyem asyik menyapu teras rumah sambil mengelus
perutnya yang semakin membuncit.
“Assalammualaikum,
Ruk aku pulang.
“Alhamdulilkah,
setelah 9 bulan tak pulang-pulang pak, aku kangen”.
Rukiyem
tersenyum manis pada suaminya Bowo. Laki-laki yang ia rindukan setiap hari. Bowo
melihat keganjilan di tubuh istrinya.
“Rukiyem, kamu sudah hamil besar,
berapa bulan?.
“9 bulan pak.
“Hamil dengan siapa?.
“Siapa lagi kalau tidak dengan kamu”.
“Aku baru pulang lho, setelah 9
bulan bekerja.”.
Rukiyem diam, menarik tangan Bowo untuk
masuk ke dalam ruang tamu.
“Pak, aku malu di dengar tetangga, ini
anak kita”.
“Kapan aku berhubungan badan? Sampai
kamu hamil!.
“Pagi itu, sebelum kamu berangkat
pak!
“Bohong, kamu dusta. Ini pasti ada
laki-laki lain, ayo ngaku!
“Aku ndak bohong sumpah!.
Rasa kecewa dan marah bercampur baur
jadi satu, Bowo tak pernah menyangka istrinya tega menghianatinya, berbuat zina
dengan pria lain.
“Aku muak beristri kamu, katakana siapa bapak dari bayi
di perutmu!
“Aku
bersumpah, calon bayi ini anak kita!.
“Bohong,
katakan siapa!.
“Kamu
bapaknya!.
Plak, plak!, dua tamparan keras mendarat tepat mengenai pipi Rukiyem, kemarahan Bowo terasa
sampai di ubun-ubun. Pipi kanan Rukiyem berwarna merah ada bekas telapak jari
Bowo, nyeri dan panas, Rukiyem memandang wajah suaminya, ada rasa tak percaya, setega itu Bowo
suaminya, berbuat kasar/
“Apa
lihat-lihat mau ditampar lagi!.
“Teganya
kau tampar aku pak, apa salahku?.
Rukiyem
menundukkan wajah, air mata membanjiri pipinya, hatinya sakit. Bowo suaminya tak percaya lagi,
kesetiaan yang ia berikan selama ini hanya sia-sia tak berarti apa-apa. Bowo yang masih
marah, menendang kursi di ruang tamu kesetanan, Rukiuyem menjerit-jerit
ketakutan.
Bowo laki-laki tinggi besar, lulusan SD
bekerja menjadi penjual gorengan di kota metropolitan, Jakarta. Pendapatan Bowo yang sangat minim, harus ia tabung
dan sisihkan sebagian demi menafkahi Rukiyem.
Kekecewaan tampak di wajah Bowo, pertemuan
dengan istrinya tak berbuah manis sepewrti harapannya. Bagi Bowo, Rukiyem telah
berhianat. Siang hari matahari terasa
panas membakar kulit, sama panasnya dengan suasana hati Bowo. Rukiyem menangis
di dalam kamar, melampiaskan kegundahan hatinya.
Dua hari berlalu, pertengkaran Bowo dan
Rukiyrm semakin menjadi-jadi. Kehiudupan rumah tangganya jauh dari kata harmonis.
Pertengkaran diwarnai dengan tabiat ringan
tangan, Bowo kerap kali menjambak, menampar, dan mengumpat dengan kata-kata
kasar, membuat Rukiyem sedih dan sakit hati. Kegrtiran hatinya membuat goncangan-goncangan mental Rukiyem . Sampai
akhirnya, perut Rukiyem sakit dan nyeri di ulu hati. Darah dan lendir tiba-tiba
keluar, mengalir di bawah kedua kakinya.
“Pak, pak perutku sakit, tolong bawa aku ke dokter”.
“Ke dokter katamu!. Urus sendiri. Panggil laki-laki
simpananmu!
“Aku sakit tolong aku!.
“Persetan denganmu, pergi!.
Hari
menjelang tengah malam, Rasa nyeri dan
sakit pada perutnya semakin bertambah, Rukiyem terus memohon ke Bowo untuk
mengantarjan ke dokter, tapi Bowo terus menolaknya. Tangisan kesedihan Rukiyem
tak mampu mengubah pendirian Bowo, sampai akhirnya ia keluar rumah sendiri,
sambil memengang perutnya berjalan tertatih-tatih.
Rukiyem meneruskan perjalanannya melewati
kebun belakangnya, yang terdengar suara tokek bernyanyi, Suasana gelap, tak ada
lampu penerang jalan, remang-remang sinar rembulan yang menyinari langkahnya, Rukiyem
menahan sakit luar biasa, jalannya mulai sempoyongan, tak menyadari ada
kubangan besar tepat di depannya. Brak,
Rukiyem jatuh terperosok di dalam air yang penuh lumpur. Separuh tubuhnya masuk
dikubangan. Punggungnya sakit, tak bisa di gerakkan.
“Tolong, tolong!.
“Tolong, tolong!.
Suara
minta tolong Rukiyem berkali-kali terdengar, tak satupun ada seseorang yang
membantunya. Bowo sang suami, tak perduli dengan kondisinya, saat-saat waktu
melahirkan. Rukiyem perlahan-lahan naik, ke permukaan tanah. Punggungnya di
angkat dan akhirnya berhasil keluar dari kubangan.
Tak disangka-sangka, rasa sakit yang
luar biasa membuat Rukiyem yakin, inilah saat bayinya akan lahir. Tak ada waktu
lagi untuk menunda-nunda, Rukiyem mendorong perutnya agar bayinya bisa keluar.
Ia terus mencoba sekuat tenaga, mendorong bayinya agar lahir di dunia. 1, 2 dan
3 Rukiyem terus mendorong dengan sisa tenaga yang ia punya, sampai akhinya
kepala, pundak dan kaki bayi keluar dari rahimnya. Suara tangisa bayi memecah
kesunyian malam itu. Tali pusar yang masih menempel, ia putuskan dengan batu
tajam yang ditemukan di sisinya.
Rukiyem bernafas lega, peluh yang keluar
dari kepalanya, ia beristirahat sebentar membiarkan bayinya menangis. Ingatan
kejadian pertengkaran dengan Bowo suaminya langsung terlintas dalam pikiran.
Rukiyem melihat wajah bayinya , dari sinar bulan walau remang-remang, ia tak
melihat secara jelas bayi laki-laki atau perempuan yang baru dilahirkan. Tak
ada senyum dan pelukan hangat menyambut kelahirab bayi mungilnya. Rasa benci
yang memuncak membuat Rukiuyem kehilangan rasa keibuan, ia ingin membunuh bayinya. Kesetanan, itulah
gambaran Rukiyem mencekik leher si bayi sampai tak bergerak. Si bayi mati
kehabisan nafas. Tubuhnya lemah lunglai. Senyum Rukiyem mengembang, ia telah
berhasil membunuh bayinya, yang tak berdosa.
Esok paginya, Edun, tetangga samping
rumah Bowo berjalan melewati kebun belakang rumah, menemukan
Rukiyem tergolek tidur di samping
bayinya yang blepotan darah. Melihat itu, ia langsung berlari memberitahukan
kejadian pada warga sekitar. Tak sampai 60 menit, warga heboh, ketua dusun dan
pihak berwajib berbondong-bondong berjalan menuju kebun belakang menyaksikan kematian bayi Rukiyem. Para warga
berteriak histeris, melihat kekejaman Rukiyem menghabisi bayinya/
Tak ada kesedihan yang terpancar di wajah
Rukiyem , ia senyum sambil tertawa sendiri, ketika pihak berwajib menangkapnya.
Bowo tak mampu melihat wajah istri dan bayinya yang meninggal, bagai nyawa yang
terbuang.
Surabaya, 13 Febuari 2023
Mengerikan sekali, Bunda. Tulisan yang syarat pembelajaran tentang cinta, kepercayaan dan tanggung jawab. Terimakasih, Bun. Keren
BalasHapus