TUMBAL PESUGIHAN
Derasnya hujan mengguyur perumahan Impian jaya, rumah bercat putih no 45 nampak gelap tanpa lampu depan, suara kilatan petir menyambar-nyambar, tak membangunkan seisi rumah, yang tertidur pulas. Dinginnya suasana malam yang menemani keluarga Surono beristirahat total tanpa terganggu guyuran hujan yang lebat. Sekelebat bayangan hitam yang tiba-tiba muncul di balik tirai jendela dengan kuku jari yang panjang mengerikan, menyambar si bayi mungil, Romli dari pelukan ibunya, air liur menetes di badan Romli, bayangan hitam dengan gesit menutup mulut Romli, dari suara erangannya, seakan Romli menyadari yang mengangkat tubuhnya bukanlah ibunya, melainkan mahluk berbulu, wewe gombel. Sri sang ibu tak menyadari bahaya yang mengancam jiwa anaknya.
Gemuruh air hujan dan suara petir seolah telah membius Sirono dan Sri dengan mimpi-mimpi indah. Tangisan Romli yang cukup keras, dibawa lari wewe gombel di ruang tamu, dengan cepat. Mahluk hitam berbibir coklat lebar, berbaau busuk, sepasang matanya besar tak seperti ukuran manusia normal, lidahnya terus menjulur, menjilati wajah dan badan Romli, seakan tak bisa menahan selera makannya, untuk menikmati tumbal bayi dari Surono bapak kandung yang berahlak bejad. Gigi taring yang tajam dan menyilaukan seakan siap merobek, mengoyak tubuh Romli yang masih wangi. Tumbal anak pertama yang belum genap sebulan umurnya. Romli terus meronta-ronta, menangis lebih keras, berharap bapak dan ibunya bangun dan menyelamatkan nyawanya. Sayang nasib bayi Rpmli bagai telur di ujung tanduk, harus mati dimakan wewe gombel dengan mengenaskan.
Cresh!, wewe gombel menyantap tangan kiri Romli, darah
segar muncrat di wajah wewe gombel, Romli memejamkan mata, lemah tak berdaya , bayi malang yang tak berdosa
harus merasakan kesakitan luar biasa, sampai menghembuskan nafas terakhirnya, menjadi
santapan wewe gombel. Tak itu saja kepala
dan badannya dikunyah sampai tak tersisa,
wewe gombel yang rakus melahap, mencabik daging tubuh bayi, ceceran darah
yang keluar dari bibir wewe gombel menetes , jatuh ke bawah lantai, ia jilati
sampai bersih tak tersisa, hanya meninggalkan
bau amis, sambil mengelus perutnya yang kenyang, meninggalkan ruang tamu. Dengan
rasa puas, uang jutaan rupiah tiba-tuba muncul di bawah bantalk Surono, ia
berikan ke Surono, bapak yang kejam, tega menjadikan anak semata wayangnya menjadi
tumbal pesugihan menuntaskan perjanjian, yang diminta wewe gombel, mahluk jahanam, penunggu pohon sawo
tua, tepat di belakang rumah.
Hari menginjak pagi, langit biru yang
menghiasai angkasa begitu cantik, pelangi yang berwarna-warni bagai lukisan yang
tak tertandingi keindahannya, dari sang
pencipta. Sinar mentari menerangi bumi, di rumah bercat putih, Kamar tidur yang
besar dan perabotan mewah, tempat istirahat sepasang suami istri Surono dan
Sri. Hembusan udara yang dingin ber-AC, membuat istirahat mereka kian nyaman,
tiba-tiba tangan Sri terus bergerak mencari-cari
keberadaan Romli, bayi yang tertidur dipelukannya kini tak ada. Sri terbangun
melihat di sekeliling tempat tidur sprei kasur berwarna coklat bermotif
bunga-bunga, tak melihat Romli, hanya Surono yang masih mendengkur di
sampingnya. Tangan Sri yang menepuk bahu Surono, berkali-kali untuk
membangunkan suaminya.
“Romli, kamu kemana kamu nak, bunda mencarimu!.
“Ada apa Sri, kamu cari siapa?.
“Pak, Romli kemana? Bayi kita hilang!.
“Jangan asal ngomong Sri!.
“Pak, ayo berdiri, jangan berbaring terus. Cari Romli
Pak!.
“Iya”.
Wajah
Surono mulai was-was. Ia tahu benar kemana keberadaan Romli, anaknya. Ada rasa
kasihan melihat Sri mencari Romli, anaknya yang belum ditemukan. Romli telah
tewas disantap wewe gombel di ruang
tamu. Surono tak mau disalahkan Sri,
istrinya.
“Pak, pak, di bawah bantalmu lihat ini, ada uang ratusan
juta pak!.
“Jangan heran, itu uang simpananku?.
“Iya pak, tapi kemana Romli, aku ingin Romli ketemu pak!.
‘Aku juga terus mencarinya bu!.
Sri, keluar kamar,
mencari Romli ke ruangan lain. Surono yang masih mengantuk, pura-pura mencari
anaknya di kolong tempat tidur dan memanggil Romli.
“Romli, Romli kamu kemana nak”.
“Romli, Romli, Pak! Lihat ini pak di ruang tamu!. Lantai bau
amis!.
“Mana Sri! Kamu itu pagi-pagi nganggu saja.
“Pak! Lihat ini, ada berberapa helai lambut di lantai.
Ini rambut Romli!.
Surono menyusul Sri di
ruang tamu, dan melihat Sri memegang
beberapa helai rambut Romli.
“Sabar Sri, sabar ya aku
juga terpukul”.
“Pak, ini bukan ulah pencuri, ini ulah setan pak!.
“Hus!. Kamu kok percaya setan sih?.
“Siapa lagi Pak?. Ada bau amis di lantai ini, cobak cium!.
“Aku ndak mencium apa-apa Sri? /
“Bohong! Kamu bohong pak!.
Surono, berusaha
menutupi rasa bersalah, dengan bicara bohong pada istrinya. Sri melihat kejanggalan hilangnya Ramli,
segera membuka pintu, berteriak minta tolong.
“Tolong, tolong, tolong saya!.
“Sri, apa yang kau lakukan. Biarkan Ramli hilang Sri!.
“Biarkan katamu?. Itu darah dagingku, anakmu Pak!.
“Aku janji setelah ini kita bikin anak lagi. Kamu
setujukan?.
“Gila kamu Pak!. Romli hilang kamu nyantai? Terus bikin
anak lagi?.
“Iya Sri, kitakan punya kekayaan!.
“Makan itu kekayaan, aku ndak mau Pak!.
Plak!, plak dua tamparam
keras mengenai pipi Sri. Surono menjanbak rambut istrinya.
“Istri macam apa kau berani melawan suami sendiri !.
“Teganya pak, kau menampar aku.
Haji Morowae yang
berjalan melintas di depan rumah Surono,
menggelengkan kepala, melihat pertikaian suami istri itu.
“Assalammualaikum wr wb, Pak Surono dan ibu, mengapa
masih pagi bertengkar?
“Bukan urusanmu, haji peot!.
“Astaufirlloh hal adhim. Pak Surono, jangan keras dengan
istri!.
“Jangan urusi rumah tangga saya, pergi!.
Suara kegaduhan dari rumah Surono, yang bersebelahan dengan
rumah pak RW, Sholeh membuat geram. Sholeh mendekati haji Morowae, dengan
menepuk pundaknya.
“Benar Pak Surono, mari kita selesaikan masalah ini,
masuk rumah saja”.
“Baik, masuk rumah saya!.
Sejenak, Surono
tertegun apa yang telah ia ucapkan. Padahal ia tahu benar, wewe gombel menghabisi
Romli di ruang tamu rumahnya. Kalau sampai Pak Sholeh dan haji Morewae tahu,
bisa terbongkar rahasianya.
“Maaf, jangan di rumah saya. Rumah pak Sholeh saja!.
“Pak Surono, saya ingin masuk di ruang tamu bapak”.
“Maksa sih pak haji ini, dengar kata saya ndak?.
Pak Sholeh tak tinggal
diam, ia membela haji Morowae.
“Pak Surono, saya setuju dengan pak haji. Biarkan kami
masuk”.
Surono
akhirnya mengalah, dengan keputusan Sholeh. Ia mempersilahkannya masuk. Haji
Morowae berjalan beberapa meter dari pagar Surono mencium bau busuk, kehadiran wewe gombel. Haji
Morowae, mulai membaca ayat kursi untuk membentengi dirinya. Sholehpun
tiba-tiba melihat haji Morowae memberi isyarat dan berbisik.
“Pak haji, saya mencium kejanggalan di rumah ini”.
Haji
Morowae hanya menganggukkan kepala dengan pelan, sampai di daun pintu ia merasakan tendangan keras mahluk
tak terlihat, pas di dada sebelah kiri, membuatnya terhuyung-huyung menahan
sakit. Sholehpun merasakan hal yang sama, bogem mentah tiba-tiba mendarat di
pipi kanannya, terasa bengkak dan sakit . Melihat itu Surono tersenyum lebar, haji
Morowae dan Sholeh diserang wewe gombel, secara licik tak terlihat dengan mata
normal.
“Ya Alloh lindungi kami!. Allahhu laila ha ila hual hoyul
khoyum!.
Sebuah ledakan besar,
terjadi di depan Surono., Muncul sosok wewe gombel raksasa yang
tiba-tiba berdiri, tangannya hendak mencekram haji Morowae. Sri terkejut
dan berteriak takut, berjalan mundur ke belakang. Sholeh terbelalak melihat
kehadiran wewe gombel yang berwajah mengerikan. Haji Morowae, melemparkan
tasbih, yang telah dirafal al fatihah. Tasbih terbang dan mendarat tepat di
leher wewe gomberl.
“Panaas, panas, ampun!.
“La ila hailalloh, Muhamadorosululoh, enyah sana wewe
gombel!..
Blaar!, ledakan kedua
terjadi, wewe gombel terbakar, bersamaan dengan tubuh Surono, yang terbungkus
api menggelepar, kepanasan. Tak lama api yang membakar tubuh Surono padam. Sri
menjerit melihat tubuh suaminya.
“Pak, pak, kenapa engkau harus mati, Pak!.
“Tenang dan sabar bu Sri. Suamimu bersekutu dengan wewe
gombel”.
“Benarkan pak haji?.
“Benar bu Sri”.
“Pantas Romli, anak kami hilang, tak tahunya”.
“Iklaskan. Persekutuan manusia dan setan adalah perbuatan
yang dibenci Allah’.
Iya pak haji”.
“Mari kita kembali ke jalan yang benar, jalan Allah”.
Sri
mengganggukan kepalanya, sedih dan marah berkecamuh didalam dada. Ia harus
mengiklaskan keopergian Surono dan Romli, belahan jiwanya. Sholeh segera
memberitahu warga perumahan untuk membantu mengurus jenasah Surono untuk
dimakamkan secara islam dengan layak.
Surabaya,
23 Januari 2023
“
“
Mantap cerpennya dan mudah2 kita dijauhkan dari perbuatan yang demikian ....
BalasHapusAmin amin amin YRA
HapusEnak juga dibaca, meski agak horor tapi saya suka bacaan begini. Kayak kita nonton film horor.. kata katanya tersusun rapi dan terkait.
BalasHapusMatur nuwun Pak ardi
HapusHebat Ratu Horor
BalasHapusMenuju buku Horor 7
Terima kasih Pak inin
HapusJenenge koq yo Sri to yo...yo
BalasHapusKebetulan namanya sama ha ha ha
Hapus