MENCARI CINTAMU AYAH

 


    Wajahku tersapu dengan desiran angin, menggoyangkan rerumputan, sekitar makam kupandangi dua batu nisan yang berdampingan , bertuliskan nama ayah dan ibu, Misli dan Sumarti. Ibu yang melahirkanku telah berpulang setelah melahirkanku, mengalami pendaharan dan komplikasi penyakit. Alu tak pernah mengetahui wajah ibu, hanya cerita dari ayah dan orang-orang terdekatkum ibu adalah wanita kuat dan hebat. Ayahlah yang mengurusku menggantikan posisi ibu dengan cintanya. Ayah, pengorbananmu memang luar biasa.

      Chia, adalah  nama panggilanku. Ayah, sering mengelus rambutku yang hitam panjang berderai, mirip dengan ibu. merawatku dengan cekaten telaten. Meski tak merasakan sentuhan kasih sayang ibu, tak mendapatkan ASI, hanya meminum susu formula, tubuhku sehat dan montok, beliau  adalah ayah siaga,  memperhatikan kondisiku  dengan baik.Ayahku, malaikatku di dunia.

  Rasa nyaman, dan tenang ketika bersama ayah, melewati waktu sore berjalan di dekat pantai pasir putih. Ayah, pemilik restaurant memperkerjakan banyak karyawan, banyak waktu yang ia habiskan denganku .

                        “Chia, Chia, ayo sini anak manis, kejar ayah, yuk!.

                        “Ayaaaaah”.

 Ingatan bersama ayah masih melekat jelas, senyum dan canda tawanya  tak akan pernah pudar termakan waktu.   Hangat pelukan   dan suara, ayah tak dapat kutemui lagi. Sampai suatu hari, kejadian naas merenggut nyawanya, serangan jantung mendadak. Langit bagai runtuh, dunia terasa gelap, saat ayah meninggal dunia untuk selama-lamanya. Aku menangis, di rundung  duka ditinggal orang terkasih, rasanya Tuhan tak adil, mengapa harus aku, yang menerima semua ini, ayah kemana aku harus mencari sesosok orang sepertimu, untaian doa selalu kupanjatkan, untuk ayah.

      Meninggalnya ayah bagai sebuah mimpi. Hari-hariku yang menahan rasa rindu, ingin bertemu seolah harus kukubur dalam=dalam. Sampai om Toni, adik ayah meneruskan bisnis ayah, dan menjagaku, mendidikku sebatas kemampuannya. Aku hanya menunduk setuju.

                        “Chia, ikut  om ya. Anggap om toni seperti ayahmu sendiri”.

                        “Iya om”.

Hari-hari silih berganti, aku hidup bersama keluarga om Toni. Aku terhibur bersama mereka. Tapi dalam hati kecilku. rasanya ingin menangis, kasih sayang om Toni tak seperti ayah, jauuuh sekali. Aku hanya bisa menangisi kondisi ini dan terus doa untuk ayah dan ibu.

       Waktu terus berproses, tak terasa 10 tahun sudah  ayah meninggalkanku. Saat kusendiri termenung menatap dinding kamar,  bayang-bayang sesosok ayah masing sangat membekas dalam hati dan pikiranku.  Ayah, inginku mengulang saat-saat bersamamu, rasanbya tak puas hati ini memandang wajah ayah, hangat kasih sayangnya, menjagaku dengan segenap perhatian,  tak kujumpai seseorang sebaik ayah di dunia.. Cara ayah merawatku, mengajarkanku berbicara, mengenalkan orang-orang sekitar, dan ayah tahu benar bagaimana menghentikan tangisku saat, di tengah malam aku rewel meminta susu, digendongnya, tanpa kenal lelah, ayah..  Kemana aku harus mencari sesosok dirimu di dunia ini. Ayah, serasa tak cukup rasanya bersamamu. I love U ayah.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA