MENCINTAI DENGAN HATI
Mencintai dengan hati, bukan terucap dengan kata-kata, tapi sikap dan perbuatan yang menunjukkan adanya rasa sayang dan memiliki pada pasangan hidup. Mencintai dalam hati adalah bentuk cinta yang iklas dan tulus, menyayangi sepenuh hati. Tak semua orang mampu mencintai dengan hati, biasanya kata-kata cinta yang keluar dari mulut, janji-janji mesra, kadang tak berwujud pembuktiannya. Mencintai dengan hati. Inilah tulisanku, teman terunik, suamiku mencintai
Laki-laki di gambar itu adalah imam , pasangan dan
teman hidupku yang sah di dunia.
Senyumnya manis, tubuhnya kurus tak gempal, tingginya pas, dan asli orang Surabaya. Sesosok laki-laki yang low profile, pekerja
keras, sederhana dan punya empati yang tinggi. Namanya adalah Heri Jumaidi.
Bapak dari kedua anakku, Dio Fransetiawan Jumaidi dan Alfian Dwi Pamungkas. Aku
memangginya dengan panggilan “akang”,
nama itu selalu kupakai saat kami saling dekat waktu sebelum menikah.
Pria yang
istimewa bagiku, ia mencintaiku dengan hati. Sikap yang ia cerminkan dalam
keseharianya, kasih sayang yang dia berikan padaku dan anak-anak, tanpa
mengucapkan kata sayang dan cinta tapi diwujudkan dengan kesungguhan menjadi kepala keluarga yang baik, menberi
keteladanan bagi keluarga. Ujian dalam rumah tangga, salah satunya adalah rasa
curigaku yang tiba-tiba muncul, saat ia
pergi berjam-jam tak pulang, kekhawatiranku menunggunya datang, saat pulang
larut malam kumarahi, dia hanya terdiam
dan tidur. Suamiku tak melawan atau ganti memarahiku, ia banyak mengalah
padaku.
Suami
bagai anak pertamaku, sikapnya selalu manja apalagi waktu tidur. Dia tak penah
memintaku tidur siang bersamanya, terkendala
tugas-tugas sekolah kadang menumpuk dan harus kukerjakan di rumah,
membuatnya tidur sendiri. Suamiku terlihat tidur nyenyak didepanku saat
mengetik di komputer, tapi saat
kutinggal sebentar ke kamar mandi, ia sudah tak berada di tempat tidur,
ia turun ke lantai bawah, langsung mengambil kendaraan, pergi ke rumah isi
ulang. Tak itu saja, sehabis tidur sprei dan selimut selalu awut-awutan. Untuk menjaga kondisi tubuhnya,
selalu kubuatkan susu jahe tiap pagi dan sore, menggunakan gelas warna hijau
besi, yang kututup rapat sampai dia pulang kerja sore sebelum magrib. Nah
paginya kulihat gelas tempat susu itu tergeletak, kadang di ruang makan, di
dapur, di ruang tamu. Itulah yang membuatku geleng-geleng kepala. Akang, akang menggemaskan.
Kebiasaan suami yang ia tunjukkan,
kesehariannya. Dia bekerja mulai jam 08.00- 17.30, pulang ke rumah terus mandi,
makan dan istirahat sebentar. Tepat jam 18.30 suamiku ke rumah isi ulang sampai
jam 24.00 dan sholat sampai jam 01.30 baru istirahat masuk kamar.
Suamiku
tahu bagaimana membuatku tertawa, lewat
candanya seolah penghilang rasa duka. Ia bagai mentari yang selalu menyinari,
menjaga hatiku di kala sedih, ketika
tertimpa masalah. Ia motivatorku , jika
rasa percaya diriku mulai hilang dan luntur. Suami teman terdekatku, tak ada
rahasia yang kututupi darinya. Persaanku selalu nyaman dan tenang didekatnya.
Sepulang kerja aku selalu menceritakan semua kejadian yang kualami di tempat
kerja. Dia berusaha menenangkanku ketika air mata menetes deras, kesedihan dan
kemarahanku ada di puncak, dia bagai awam yang menampung semua keluh kesahku.
Suami
teman dekatku , ia pengertian dan sanggup menjadi dokter yang merawatku, diabet tipe dua, adalah penyakit yang terus
menterangku. Akhir Desember 2016. aku mulai sakit hingga kini. Luka yang tak
kunjung sembuh, demam, sering ke kamar mandi, dan tenggorokan terasa panas,
bilam minum minuman dingin. Kondisi awal ini cukup membuatku tersiksa, tak
biasa jalan karena luka kecil di kali menjadi besar dan hampir btak bisa jalan.
Waktu diperiksa gulaku mencapai 600. Suamiku terus mensupportku, tubuhku meski gemuk tapi lemah, mudah sekali
lelah dan cepat tertular penyakit dari
orang-orang sekitarku, terutama sakit flu. Untaian doa dan ihtiar selalu
dilakukan suami, ia paling mengerti
kondisiku saat drop. Kondisiku yang lemah,
diabetku kambuh gula darahku naik tajam, apalagi ketika capai dan banyak
pikiran. Aku sering bolak balik ke
kamar mandi, kadang semalam sampai 10 kali.
Suamiku sering membersihkan, mengepel
lantai dan mengosek kamar mandi agar lantai
tak licin, dan tak berbau. Karena air seni penderita diabet berbau
tajam.
Suamiku terus menyemangatiku, agar tak pantang
putus asa, Penyakit diabet menyerang fungsi tubuh yang lemah. Tanggal 26-30
Maret aku terkena radang usus yang hebat.
4 hari berturut-turut tanpa henti. Sampai-sampai aku buang air besar di
kasur tempat tidur. Suamiku mau membersihkan kotoran-kotoran yang menempel
sampai bersih kembali, Alhamdulilah aku punya suami sepertinya.
Bersyukur
pada kebesaran Allah SWT, mempunyai
suami, teman hidupku seperti dia. Keluargaku yang harmonis membuatku punya
harapan ingin sembuh menemani suami, dan menjadi ibu bagi dua anakku. Semoga
teman hidupku akan selalu mendampingiku, mencintai dengan hati sampai maut memisahkan, Amin amin amin YRA.
Surabaya, 2 April 2023
Me
Sehat selalu ya Bu, benar....demi mendampingi suami dan anak2.
BalasHapusNggeh Bu
Hapus