Korban Pertikaian Kerusuhan Sampit (Kalimantan Tengah )
Saya
adalah saksi yang melihat langsung, keganasan balas dendam antar suku yang
bertikai, suku Dayak dan suku Madura.
Perpecahan antar suku ini disebabkan karena suku Madura ingin menguasai kota Sampit, sebagai kota Sampang ke 2. Penyebab
inilah yang membangkitkan amarah masyarakat pedalaman suku Dayak, membela daerah nenek moyangnya,
yang terkenal sakti, tak mempan bacokan pedang, dan arwah-arwah sakti yang
mendampinginya di setiap pergulatan membela tanah leluhurnya . Burung elang
sebagai titisan arwah sakti suku Dayak yang menjadi panglima, mengkomando
orang-orang suku Dayak, mampu mengendus keberadaan suku Madura, dimanapun
tempat persembunyian mereka walau hari gelap sekalipun.
Tahun
2001 di desa Samuda Kotawaringin-Timur, setelah melakukan sholat Jum’at puluhan truk melintas di depan perumahan PLN, tempat tinggalku. Ratusan
orang pedalaman suku Dayak menaiki badan truk sambil mengacung-acungkan pedang Mandau
(senjata khas suku Dayak) dan puluhan karung (tempat menaruh kepala orang suku Madura
) menuju Pasar Samuda. Teriakan suara yang keras dari orang-orang pedalaman
suku Dayak, serasa memecahkan gendang telingaku. Asap truk yang lewat
mengandung hawa mistis seakan diikuti puluhan arwah sakti yang melindungi orang-orang
suku Dayak dari orang suku Madura.
Siang
itu Pasar Samuda telah sepi, hanya beberapa orang yang lalu lalang membereskan
barang dagangan untuk segera pulang. Tepat jam 1, Puluhan truk berhenti di
depan pasar. Ratusan orang suku Dayak turun dari truk , mereka mempersiapkan
diri menyerang orang-orang suku Madura.
Tetua
suku Dayak mengolesi tubuh orang-orang dengan minyak bintang, sebagai ajian
jurus kebal dari semua bacokan senjata, yang mengenai tubuh mereka. Seandainya
ada anggota yang terluka terkena goresan
senjata, maka luka itu akan tertutup sendiri secara alami ketika malam tiba, bulan
dan bintang menampakkan kilauan cahayanya. Orang Dayak yang sudah mati, akan
kembali hidup dan bangkit setelah
diolesi minyak bintang. Orang suku Dayak mampu menghilang secara misterius.
Kahiyangan adalah agama keyakinan orang suku Dayak. Santapan orang suku Dayak
adalah anjing. Mulanya seekor anjing di beri makan sampau kenyang , beberapa
saat kemudian, anjing dibantai dan dimakan mentah-mentah.
Orang-orang
suku Dayak, telah diberi doa dan siap menyerang orang suku Madura di pasar
Samuda. Setelah dikomando mereka masuk
ke dalam pasar, sebagian menyerang orang-orang Madura yang masih bersliweran
dijalan. Sekali sabetan Mandau, telah memutuskan kepala dari badan korban.
Tubuh tanpa kepala itu, ditumpuk bagai sampah yang tak berguna. Gumpalan darah
segar tercecer di jalan . Orang suku Dayak menenteng rambut dan kepala korban
tanpa ada rasa takut sedikitpun. Perlawanan suku Dayak di pasar samuda membuat ketakutan orang-orang Madura , sebagian dari mereka melarikan diri e
dalam hutan. Pemandangan di pasar samuda, menjadi sangat mengerikan . Puluhan
korban mayat tanpa kepala masih tergeletak
hanya di tumpuk saja, tanpa dikubur. Orang-orang suku Dayak membakar pasar
samuda, dan menghancurkan barang dagangan orang Madura. Kepulan asap dan
kobaran api besar menghanguskan pasar. Tidak itu saja, mayat-mayat tanpa kepala
di siram dengan bensip terus di bakar pula.
Aroma bau gosong tercium di area itu. Puluhan karung berisi kepala
korban orang Madura di letakkan di belakang truk, dengan aroma bau amis darah, mengundang
puluhan lalat-lalat, mengrubungi puluhan karung kepala.
Perlawanan
orang suku Dayak berhasil membalaskan dendam orang suku Madura, dengan
membantai mereka tanpa berperi kemanusiaan. Polisi dan petugas keamanan suku
Dayak tak mampu meredam dan menghentikan perlawan orang suku Dayak. (Bersambung)
Komentar
Posting Komentar