KETEMU JODOH
Dona, si jomblo adalah nama panggilanku.
Usiaku yang menginjak 24 tahun, dan
masih single alias tak punya teman spesial. Kata teman-temanku aku cantik dan
pintar, tapi heran tak satupun pria yang menjdi pacarku. Memang aku selektif
memilih seseorang menjadi pasanganku. “Bukan cinta gampangan” itulah mottoku.
Satu, dua, dan tiga pria ingin pendekate denganku, tapi tak satupun dari mereka
bisa membuatku luluh, dan fall in love padaku. Tak seperti Meli dan Rico, kedua
sahabatku mulai SMU, sudah jadian hingga kini. Mungkin saat ini aku masih belum dipertemukan jodohku.
Tahun 2020 adalah tahun keberuntunganku. Aku yang biasanya
sering menjomblo, kini mulai ada
tanda-tanda akan jadian dengan teman sekampus. Entah mulai kapan rasa ini mulai
ada. Perhatian yang cukup besar , telah terbiasa kuterima dari laki-laki satu
ini. Rasa sayang tak sekedar kata-kata
yang romantis dia berikan. Mas Fatih, laki-laki sederhana yang sabar dan ulet
mendapatkan apa yang dicari. Tak banyak bicara, sering memberikanku kejutan
kecil membuat senyum dan rinduku hanya untuk satu hati, mas Fatih.
Pertemuanku dengan mas Fatih, tanggal 12-
Mei-2021 yang tak disangka-sangka. Aku
yang lagi membaca buku, di perpustakaan ITS mencari referensi filosofi Agama
Islam. Kubaca-baca dengan serius, tanpa melihat
pengunjung kanan dan kiriku. Situasi perpustakaan yang asri dan tenang,
terasa nyaman berlama-lama di ruangan ber AC. Tak lama kudengar, Rico, dan
pacarnya Meli tiba-tiba duduk di sebelahku.
“Dona, tolong tugas Pak Muji, bagi dong”.
“Iya Don, aku belum selesai”.
Aku pandang Rico dan
Meli, aduh mereka berdua selalu bikin BT, menganggu terus meminta contekan.
“Kalian ini terus aja, minta contekan saja, kerjakan
sendiri dong”.
“Ha, ha, ha jangan bosen sama kami Dona”.
Tak sadar Meli menyenggol
kursiku dengan kaki kirinya , “Braaak” aku terjatuh dengan kursi ke samping, kepalaku membentur
kaki meja, dan pingsan. Meli dan Rico terkejut, dan berteriak minta tolong.
Suasana perpustakaan gaduh, waktu kejadian itu. Untungnya pemuda tinggi
besar, menggendong tubuhku, sampai di kursi sofa panjang. Dengan tenang, dia mengolesi minyak kayu putih di hidungku.
Meli, yang gugup terus memanggilku.
“Dona bangun, Don. Maafin aku yang tak sengaja tadi”.
“Tenang mbak”
Pemuda itu menenangkan
Meli. Tak lama kesadaranku mulai berangsur baik. Aku membuka mata.
“Aku dimana?. Kepalaku masih sakit”.
“Alhamdulilah Dona kamu sudah sadar. Kamu masih di
perpustakaan Don”.
“Dona, masih sakit”.
“Aku ndak apa-apa”.
Aku mencoba duduk dan
melihat pemuda yang duduk di depanku.
“Kenalkan saya Fatih, mahasiswa tehnik mesin semerter 6”.
“Saya, Dona. Terima kasih mas Fatih yang sudah
menolong saya”.
“Sama=sama”.
Ku terkesima dengan mas Fatih, aduh gagah sekali dia. Berada di sampingnya terasa nyaman. Aku tak berani menatap
matanya yang meneduhkan.
“Wah Dona, pipimu merah dilihat Fatih”.
“Betul Mel”.
Rico dan Mela terus
menggodaku. Ada rasa malu, senang, berdekatan dengan mas Fatih. Tak lama aku
mulai bisa duduk. Rico dan Mela senyum-senyum dan meninggalkanku berdua dengan Fatih.
Sejak saat itu, pertemananku dengan mas Fatih terus berlanjut menjadi
persahabatan. Cinta memang datang tak diundang, perginyapun tanpa ijin, dimulai
dari persahabatan terus menjadi benih-benih cinta. Tak ada sebutan nama “jomblo”
untukku lagi, karena aku telah bertemu jodoh.
Surabaya, 12 Mei 2022
Komentar
Posting Komentar