SUAMI GONDORUWO


 

      Hutan Bulokandang, sebelah timur Pasuruan dikenal sebagai hutan liar, penuh binatang buas dan mahluk tak kasat mata. Penduduk desa Bulowetek, paham betul kondisi hutan yang seram, hingga tak satupun orang yang berani mendatangi hutan itu, bisa masuk tapi tak akan mampu keluar hutan hidup-hidup hanya tinggal nama saja.

      Juminten, perawan desa berparas cantik, tubuhnya langsing berkulit putih, membuat pria jakunnya naik turun, matanya blingsatan melihat kemolekan tubuh, tak satupun berkedip matanya saat Juminten lewat. Jumintek bak kembang desa, yang lagi mekar-mekarnya,  disukai laki-laki tua dan dewasa.

        Juminten tinggal di gubuk tua bersama ibunya, bapaknya telah meninggal dunia 16 tahun lalu. Keseharian Juminten bersama ibunya, Miesa adalah  berkebun dibelakang rumahnya. Sawi, kangkung, bayam , mangga, pisang , dan tomat tumbuh sehat  dan subur. Di dekat pohon pisang tumbuh sebuah pohon besar yang berumur ratusan tahun, tingginya mencapai 16 meter yang kebal, senjata tajam apapun, baik kapak ataupun  pisau takkan mampu menembus kulit pohon itu. Orang desa menyebutnya pohon keramat. Pohon yang dihuni mahluk tak kasat mata. Menurut orang pintar, pohon keramat layaknya  sebuah rumah dedemit, setiap malam ada saja suara yang keluar dari pohon itu, tanpa terlihat orang yang berbicara, menyeramkan.

     Rimbunan dedaunan di batang pohon yang terlihat sangat rimbun dan gelap, wangi bau melati seakan tak pernah habis tercium, ranting-ranting pohon sering bergerak sendiri diikuti mahluk-mahluk berpakaian  putih berterbangan, seiring deru angin yang berhembus kuat.

      Pada malam jumat  hujan rintik-rintik  cukup deras  yang membuat hawa dingin menusuk tulang, air hujan yang terus  membasahi  rumah seluruh warga desa, merupakan saksi bisu. Beberapa pemuda jelmaan gondoruwo, berubah wujud bak manusia normal, mengunjungi gubuk  tua, rumah Juminten. Lampu rumah Juminten, tiba-tiba kedap-kedip seakan tahu kedatangan gondoruwo,  untuk melamar gadis kembang desa itu.

          "Permisi, bolehkah kami masuk".

          "Silahkan, anda siapa, malam-malam ke rumah saya?".

Juminten, mempersilahkan 3 tiga pemuda yang terus berdiri untuk duduk, tanpa melihat kaki mereka yang tak menyentuh tanah.  Perasaan Juminten, yang cemas dan takut, melihat sorot mata ketiga pemuda itu, wajah-wajah  mereka yang  asing, seperti bukan warga desa Bulowetek, lalu siapa mereka?pikir Juminten. Keringat jatuh dari dahi Juminten, rasa was-was di hatinya tak mampu disembunyikan.

"Maaf kami bertiga bukan orang jahat. Kami tinggal di belakang rumahmu. Salah satu saudara kamu, Sarwo ingin melamarmu, Juminten".

Juminten terus memandang ketiga pemuda itu, matanya seakan tersihir dengan kekuatan magis yang dimiliki ketiganya. Juminten lemas, dan roboh di kursi yang didudukinya.

          "Juminten, siapa yang datang?".

Beberapa saat tak  ada jawaban dari Juminten. Miesa masuk ke ruang tamu dan melihat ketiga pemuda yang terus memandangnya. Miesa kaget bukan main.

          "Ampun jangan ganggu kami, ampun!".

Wajah Miesa pucat pasi, ingatannya pada ketiga pemuda itu membuatnya takut, mereka adalah gondoruwo.

"Miesa, kami ingin melamar putrimu, Juminten untuk saudara kami, Sarwo. Bersediakah kamu?. Jika kamu menolak, maka nyawa anakmu, sedang di ujung tanduk".

Miesa, meneteskan  air mata mendengar ancaman ketiga pemuda jelmaan gondoruwo. Tak ingin Juminten menikah dengan salah satu dari mereka, yang jelas-jelas gondaruwo, tak ingin juga Juminten mati oleh ketiga pemuda itu. Seperti makan buah simalakama, tak satupun pilihan yang bisa dipilih. Nyawa Juminten dulu yang harus diselamatkan, pikir Miesa.

          "Baik, saya terima lamaranmu, kapan perkawinan ini  dilaksanakan?.

"Malam ini, tanpa satu orangpun yang tahu, Juminten telah menikah.  Pejamkanlah matamu sekarang".

Antara rasa takut dan bingung Miesa segera  menutup mata, dan semua tiba-tiba gelap. Tak ada suara apapun. Miesa dan Juminten tak sadarkan diri, terbawa ke alam lain.

          Suara ayam jago berkokok dengan kuat membangunkan Miesa. Dia membuka mata, dan merasakan tubuhnya sakit semua, tak tahan menahan rasa kantuknya, Miesa tertidur. Beberapa saat Miesa mendengar suara Juminten yang berteriak-teriak dan meronta. Miesa mendengar jeritan anaknya, Juminten dan tak terdengar suara lagi, Juminten tak sadar untuk kesekian kalinya.

Kesadaran Miesa berangsur-angsur pulih, dan melihat sekelilingnya. Juminten masih tertidur di kursi panjangnya.

          "Juminten, kamu kenapa nak?. Mengapa nasibmu seperti ini”"

Miesa menangis tersedu-sedu melihat tubuh anaknya yang masih tak bergerak. Meski nafas Juminten terenggah-enggah masih turun naik. Miesa bangkit dan membangunkan anaknya berkali-kali, tapi Juminten tak bangun-bangun.

"Juminten, Juminten. Juminten!".

Miesa terus memanggil nama anaknya, dan baru menyadari keadannya yang terjadi, Juminten telah bersuamikan gondoruwo.

 

 

Surabaya 28 Mei 2022

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA