BISIKAN HATI


 

 

 

      Entah mulai kapan aku punya suara di dalam diri, bisikkan hati yang selalu benar adanya, membimbingku, merasakan sesuatu yang akan terjadi. Bisikan hati yang meminta, melarang dan meluruskan  langkah yang kubuat. Bisikan hati, yang memotivasiku untuk maju dan berbuat baik. Bisikan hati yang tiba-tiba menahan amarahku, menasehati bagai peri sakti, yang tumbuh di dalam hati ini.  Di sela-sela kehidupankum bertemu orang banyak, bisikkan hati selalu datang, mendampingiku tanpa diminta. Bisikan hati mampu menggambarkan sesuatu yang akan terjadi, kehadrannnya bagai teman setiaku yang tak terlihat oleh mata, tapi dia nyata  adanya.

    Hangatnya mentari, yang merona membawa keindahan ,  pagi ini terasa beda dari hari  lainnya,  terasa tak nyaman , bisikan hati  yang terus berdendang, membuatku yakin,  ada sesuatu yang terjadi nanti. Kulangkahkan kakiku, untuk bekerja seperti biasa.

      Namaku Putri, aku bekerja sebagai teller bank Mandiri Surabaya, Hampir 10 tahun aku dipercaya  bekerja di bank ini, melawati asam garam dalam melayani nasabah yang memiliki  perbedaan watak dan karakter. Aku menikmati pekerjaan , yang penuh tantangan dan kompetisi sehat di kalangan rekan kerjaku. Hari-hari yang menyenangkan kulalui tanpa merasa lelah, aku bagai bekerja di lingkungan keluarga sendiri, benar-benar nyaman.

        Hari Kamis, jam 08.00 waktu kubuka nomer antrian, kulihat seorang wanita tua berjalan tertatih-tatih ke tempat duduk, tak sampai hati kumelihatnya, satpam yang bertugas di depan pintu sedang tak   ada di tempat. Hatiku berbisik ingin membantu wanita itu, yang terus berjalan. Kupapah tangannya yang terasa dingin dan berkeringat, pelan-pelan  mendekati kursi.  Tak disangka-sangka wanita itu kehilangan kesadaran, dan jatuh pingsan, untungnnya aku sigap menahan tubuhnya, kuangkat dan kubaringkan di kursi panjang.  Pak Heru, satpam yang melihat kejadian itu segera membantuku membetulkan posisi berbaringnya. Perasaanku mulai tak enak, para pengunjung yang melihat segera mendekati dan  mengelilingi wanita itu.

        "Bu Putri, kenapa wanita ini pingsan?  Apa dia lagi sakit?".

         "Aku tak  tahu pak, aku  membantu memapah  jalannnya yang tertatih, dan tiba-tiba pingsan".

    Kegaduhan yang terjadi, menyita perhatian  pak Nano manajer bank,   mendatangi asal suara dan kegaduhan yang terjadi.  Pak Nano memeriksa kondisi wanita tua itu, yang ternyata bernama Wasiun, kulihat dari kartu indentitasnya, di dalam dompet yang terjatuh.

            "Ibu Wasiun, ibu ndak pa pa. Ibu sakit?.

"Saya ndak pa pa kok pak. Saya terjatuh karena didorong sama petugas teller, ini orangnya".

Jari telunjuk Wasiun mengarah ke diriku, sontak aku kaget dan marah.

            "Lho kok saya sih bu, tadi saya membantu memapah tubuh ibu agar tidak jatuh!.

            "Bohong, kamu mendorongku sampai seperti ini, kamu wanita jahat".

            "Kurang ajar bu Wasiun. Jangan main-main dengan saya ya bu. Di sini ada CCTV".

            "Pak, tolong saya, jauhkan dari petugas teller itu".

Aku melotot seperti tak percaya, teganya Wasiun berkata bohong ke pak Nano, managerku . Hatiku  berbisik tak karuan, aku tetap  berusaha untuk tenang menghadapinya.

            "Putri tolong ikut saya ke ruangan, biar Dani, yang menggantikan tugasmu sekarang".

            "Baik pak Nano".

Aku lirik wajah Wasiun, ada senyum kecil menghiasi wajahnya, ada kebohongan yang terpancar dari tatapan matanya. Aku mengikuti langkah pak Nano dari belakang, menuju ruangannya.

            "Silahkan duduk Putri. Tolong jelaskan kejadian yang menimpa Wasiun"..

"Ya pak. Ketika saya mau membuka nomer antrian, saya melihat Wasiun, berjalan tertatih dan saya membantunya, cobak bapak cek di kamera CCTV".

Pak Nano, membuka program CCTV di komputernya dan melihat tayangan gambar jam 08.00.

            "Harusnya Heru  yang bertugas mengawasi nasabah di depan pintu, bukan kamu".

            "Maaf pak, waktu itu saya tak melihat pak Heru, sehingga saya turun tangan sendiri".

            “Kamu benar Putri, tapi tetep salah. Harusnya memanggil Heru, paham ya”.

            “Iya pak. Karena saya tak tega melihatnya”.

            “Di CCTV terlihat kamu memegang tangan Wasiun, memapahnya untuk duduk”.

            "Benar pak, saya yang memapahnya untuk duduk. Wasiun yang berkata bohong".

            "Benar. Tapi kamu masih salah. Tugasmu hanya di meja kasir, melayano nasabah".

            "Maaf pak, saya berjanji tak   akan mengulang"..

"Saya terima maafmu, tapi nasabah terlanjur percaya Wasiun, jadi untuk seementara, kamu saya pindahkan di bagian lain".

"Lho kok bisa?. Kesalahan saya kan kecil, kok sampai pindah tugas?.

 "Jangan membantah, atau kamu saya mutasikan di anak cabang bank Mandiri".

  "Pak,awalnya saya sekedar membantu, saya tidak mendorong Wasiun”.

  "Saya tahu Putri, tapi kamu harus nurut apa kata saya, ngerti".

   "Baik pak".

   "Untuk sementara kamu tak bertugas dulu hari ini".

       Kutundukkan wajah dengan lesu,  perasaan kecewa, menahan sedih, sampai  mataku berkaca-kaca tapi tetap tersenyum dengan pak Nano, sambil melangkah keluar ruangannya, menuju ruang makan. Aku meminum segelas aqua galon, dan  duduk mengingat kejadian itu. Hatiku berbisik lirih,  Tuhanku yang maha pengasih, bantulah aku hilangkan keresahann yang menganggu, kuingin mennjalani sisa hidupku dengan rasa damai, tenan. dan suka cita, ridak seperti ini Ya Allah kutututup wajahku dengan kedua tangan.

Kusandarkan kepala di dinding kursi, Rani teman sekerjaku tiba-tiba nonngol,  berjalan mendekatiku.

            "Putri, syukurin kamu dapat masalah. Selamat bekerja di tempat yang baru".

            "Maksudmu apa Ran, bilang begitu?.

            "Ha, ha, ha salah sendiri siapa yang suruh jadi pahlawan kesiangan?.

            "Urusan dengan kamu apa?.

            "Putri, Putri, memang kamu bodoh. Makan tuh mutasi".

            "Kukira kamu teman yang baik, ternyata”.

Rani, tertawa terpingkal-pinngkal  melihatku dan melangkah pergi. Tak kumergerti sikapnnya yang dulu terkesan baik, teryata malah sebaliknnya. Ya Allah apalagi ini. Tak kuat menahan rasaku yang terus bergejolak marah, kuputuskan mengemasi barang-barang masuk ke tas untuk pulang dan beristirahat di rumah.

      Rumahku yang terletak di pinggir jalan raya, tampak sepi. Kubuka pintu ruang tamu dan masuk kamar. Tas kulempar di sisi tempat tidur, kujatuhkan tubuh di kasur empuk dan berbaring. Memandang langit-langit kamarku, tak terasa air mata mengalir, melewati pipi kanannku. Aku tak pernah merasakan rasa sakit seperti ini. Apa yang kulakukan baik untukku, tapi tak   baik untuk orang lain. Terbayang wajah Wasiun, wanita tua yang kutolong, ternyata berhati busuk, tak kenal rasa terima kasih, Ya Alloh.

       Hatiku berbisik lirih,  kuatkan hatimu Putri semua ini adalah cobaan dari Alloh, untuk menguatkanmu, punyai mental pantang menyerah. Biarkan orang-orang menyakitimu, Allah SWT maha melihat. Siapun yang menyebar benih keburukan, dia akan menuai hasil yang buruk pula. Kutarik nafas dalam-dalam mencoba mengiklaskan apa yang terjadi. Kuambil Hp, mencari lagu yang pas dengan suasana hati ini, dan kunyayikan keras-keras, sampai aku letih dan tertidur pulas karena kelelahan.

Ketukan pintu di kamar, membangunkanku dari tidur, aku bangkit dan membuka.

"Putri, semalaman kamu membunyikan tape recorder dengan keras, kenapa nak".

            "Aku sehat-sehat saja bu”.

            "Tak biasanya kamu pulang siang, biasanya sore?.

            “Ndak pa pa bu, aku pingin istirahat di rumah".

            ".Bener ndak pa pa? ayo lekas mandi sana”.

            "Iya".

Aku duduk di pinggir kasur, dan mengambil Hp di atas meja. Ternyata ada 3 SMS dan panggilan tak terjawab 3x dari pak Nano, busyet. Kubaca-baca 3 SMS, dari Rani, Tika dan pak Nano. SMS Rani, masih saja mengejekku dengan kalimat menohok, kuhapus tak kubalas. SMS kedua dari Tika sahabatku, menanyakan keberadaanku di kantor. Dan SMS ketiga pak Nano, memintaku mengambil SK mutasi kerja di ruangannnya. Aduh akhirnya aku dimutasikan ke anak cabang bank Mandiri , meski aku terbukti  tak bersalah.

      Waktu berjalan dengan cepat, keesokan hari tepat jam 07.00 aku telah memasuki tempat kerjaku, Heru melihatku dan memberi kode untuk masuk ke ruangan pak Nano.

            "Permisi pak, boleh saya masuk?.

            "Masuklah Putri,  kamu kemarin kemana, waktu kerja kok pulang? .

            "Saya letih pak, lalu istirahat di rumah".

            "Baik, ini SK mutasimu yang kemarin saya bilang, terima dan keluar  dari ruangan saya”.

            “Terima kasih pak”.

            "Tutup pintunya”.

Aku mengangguk dan  menutup pintu kaca dengan pelan, melangkah  keluar ruangan. Kulihat rekan kerjaku mulai bersiap-siap membuka komputer di atas meja masing-masing. Rasa tak terima diperlakukan oleh pak Nano, masih mengganjal di hati.

      Rasanya ingin menjerit dan kulampiaskan amarahku ke pak Nano, dan Rani si brengsek. Tapi bisikan hatiku melarang, dan memintaku untuk bersabar dan tenang. Ya Allah beri aku kekuatan.

Aku berdiri dan melangkah masuk ke ruangan rekan kerjaku. Aku menngucapkan salam perpisahan dengan menjabat tangan mereka satu-persatu, termasuk Rani. Kupaksa senyumku menngembang indah, walau hati ini hancur. Tika, Sarwendah, teman terbaikku, terus memotivasiku untuk tetap sabar dan kuat menjalani tempat kerja baru.  

     Masih menahan kemarahan dan kecewa , aku melangkah keluar pintu bank Mandiri pusat, kupandang gedung yang berdiri dengan kokohnya, rasa tak percaya masih menggelayuti hati ini. Mengapa cobaan ini, terasa berat Ya Allah, aku harus menyiapkan mentalku, agar terus bersemangat di tempat kerja baru, harus mampu menyesuaikan diri dengan baik pada rekan kerja baru.

      Meski aku masih dongkol dengan perkataan pak Nano dan Rani, kuiklaskan semua yang terjadi, hati ini plong berjalan mennjauh meninggalkan tempat kerja lama, dann berangkat  ke tempat kerja baru yang jaraknnya 10 kilo. Meski lumayan jauh, aku tersenyum  senang,  semoga hikmah yang kudapat, membuatku semakin  tegar menghadapi semua, bersama bisikan hatiku.

Surabaya, 31 Juli 2022

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA