LEMBARAN HITAM SI KUPU-KUPU MALAM
Kepulan
asap rokok sampurna yang keluar dari bibirku, botol besar minuman beralkohol tinggi, kuminum sampai setengahnya, Sudah 1
jam kududuk menunggu booking, laki-laki hidung belang, untuk mengajakku
berkencan, menjual tubuhku, demi kenikmatann sesaat melayani nafsu syawat para pria yang membookingku. Namaku Nita akulah si kupu-kupu
malam,
Aku
tak ubahnya seperti kelawar, pergi keluar malam-malam mencari makan , sampai pulang pagi dini hari. Aku melayani puluhan pria haus sex, yang berbeda usia remaja sampai
berumur setengah abad, Peringai mereka ada yang kasar dan lembut saat, mencium,
memeluk dan menyetubuhiku. Ada pula yang kejam menyiksaku dalam bermesraan di
kamar , kupertaruhkan segenap jiwa dan raga , seluruh tenaga yang kupunya. . Senyumku
adalah tangisan dalam hati, aku pasrah menerima resiko menjadi wanita malam, demi mendapatkan uang, untuk penyambung
hidupku.
Kuawali
malam-malam panjangku , berada di
diskotik memandang orang-orang yang lalu lalang, yang berjoget, bernyanyi
bersama, sampai berbuat mesum di tempat itu. Kududuk santai dengan pakaian ketat dan seksi mengundang syahwat mata laki-laki agar
memandangku dengan penuh nafsu, berkencan
di hotel sesuai dengan isi kantong laki-laki yang membookingku. Di pikiranku
hanya ada uang, uang dan nafsu.
Sebutanku
sebagai wanita panggilan, yang masih punya mimpi untuk menyudahi pekerjaan ini.
Hidup di Jakarta sendiri, jauh dari perhatian ibu, dan kedua adik yang kukasihi. Kupandangi
foto kedua orang tua dan adik-adikku ketika masih utuh, tak terasa air mataku
mengalir, kerinduanku untuk bertemu mereka dan bias berkumpul seperti sedia
kala.
Sejarah
hidupku dimulai, 15 tahun lalu bapak telah meninggal dunia, karena sakit parah, ketika
aku masih berusia 5 tahun. Ibu, tak punya keterampilan berarti untuk mencari
pekerjaan di kantor, beliau hanya tamatan SD yang menikah di usia muda. Untuk menopang hidupku dan adik-adik, ibu berjualan
nasi pecel di depan rumah setiap pagi.
Sebulan dua bulan usaha jualan ibu lancar dan mengguntungkan, sampai suatu saat
usaha jualan nasi pecel terhambat dan ibu terlilit utang. Jualan ibu menyusut , kadang untung kadang
pula buntung, jualan ibu tak laku
terjual. Saingan ibu di kampung lumayan banyak, dan para tetangga yang punya sifat sirik ke
ibu, mempengaruhi orang-orang untuk tidak membeli nasi pecel, lebih memilih
membeli nasi pecel saingan ibu, itu terjadi berkali-kali sampai ibu terlilit
utang dalam jumlah banyak.
Ibuku,
wanita kuat yang tak pantang menyerah,
melihat situasi yang tak mendukung membuat ibu banting setir, menjadi asisten rumah
tangga, pada tetangga kaya, bu Hesti. Tiap pagi sebelum berangkat kerja, ibu
menyiapkan sarapan untuk kami, lalu
pergi bekerja sampai sore. Aku diserahi tanggung jawab untuk mengawasi
adik-adikku di rumah.
Roda
kehidupan kadang di atas, kadang pula di bawah, Ibukku yang berhati mulia tak mengenal lelah, cucuran keringat dan air
mata yang tumpah demi mendidik dan membesarkan anak-anaknnya , membangkitkan hati dan
semangatku, untuk meringankan beban di
pundak ibu. Tapi dengan apa yang harus kulakukan?. Pertanyaan itu selalu ada di
pikiranku, sampai suatu hari Kang Ujang,
tetangga satu kampung menawarkan
pekerjaan dan mengiming-iming gaji
tinggi untuk kerja di kota, berita ini membuatku senang dan ingin mengikuti kang Ujang untuk pergi ke Jakarta,
meski ibu melarang niatku, untuk pergi bekerja di kota metropolitan. Ibu
mengkhawatirkanku, karena beliau sayang, tak mau jauh-jauh dari anak-anaknya. Kukuatkan
keyakinan hati untuk meninggalkan ibu
dan adikku, mencari rejeki di kota yang tak kukenal.
Kenyataan
memang tak seindah impian, sesampainnya di Jakarta tak disangka kang Ujang
ternyata pembohong besar, kata-katanya
hanya dusta, agar mencapai semua
tujuannnya. Kang Ujang mencari gadis-gadis untuk dijual ke para
mucikari dengan bayaran tinggi, dan
jatuh dipelukan laki-laki hidung belang. Keperawananku
terenggut dengan paksa, menyisakan luka dan dendam. Harapan mendapatkan pekerjaan yang halal sesuai
kaidah agama, hanya isapan jempol semata, aku jatuh di limbah kenistaan, Ya
Allah. Nasi sudah jadi bubur, aku
tenggelam dalam dunia hitam.
Menjalani
profesi sebagai penjaja cinta, mengharuskanku untuk menggunakan alat
kontrasepsi agar tidak hamil. Aku tak mau terkontaminasi dengan penyakit
kelamin, karena gonta ganti pasangan main. Aku ingin sehat, walau jadi sampah
masyarakat. Tuhan pasti tahu niatku untuk membantu perekonomian keluargaku di
Kediri.
Di
kamar hotel, adalah saksi bisu perjuanganku memuaskan nafsu syahwat laki-laki
berduit. Aku tak canggung melayani para laki-laki hidung belang, yang rata-rata
bernafsu tinggi untuk merasakan hubungan suami istri berkali-kali sesuai dengan
perjanjian awal. Meski pernah menemui laki-laki jahat, yang main kasar dan tak
mau bayar.
Sepenggal kisah yang kualami menjadi
kupu-kupu malam, semoga menjadi inspirasi, bagi kaum hawa, agar semakin waspada
tak mudah percaya, dengan kata-kata orang lain. Kejadian di masa laluku tak
akan terulang lagi.
Surabaya, 2 Juli 2022
Wah novelis kita sudah beraksi
BalasHapusMatur Nuwun bu Kanjeng , saya masih belajar
BalasHapus