KISAH SUWARJI, SI PENJAGA KUBUR


 

Malam semakin larut, area pemakamann TPA Gurungsono nampak  gelap dan sunyi, suara desiran angin lirih dan dedaunan  jatuh dari pepohonan kamboja kuning, menanbah suasana angker, beberapa mahluk putih, pocong yang duduk bertengger di atas dahan pohon. Kaki-kaki pocong yang bergelantungan, menunggu mangsa untuk ditakuti. Kuntilanak yang berdiri di sudut salah satu makam,  kakinya terbang tanpa menyentuh tanah, melayang dengan senyum menyeramkan, membikin bulu kuduk merinding mendengar tawanya.

Di samping ujung kiri pemakaman sebuah rumah yang sederhana  bercat putih, diterangi cahaya lampu, itulah rumahku si  penjaga kubur.  Orang-orang memanggilku Suwarji. Rutinitasku menjaga kubur, mewaspadai pencuri mayat, masuk area pemakaman. Tak jarang aku menggunakan lampu center untuk menerangi setiap batu nisan. Batu nisan yang berjejer rapi dan bersih, tak nampak gelagat pencuri masuk.

Sehabis menjalankan sholat isya. Aku dan Rodiya  istriku,  duduk menghadap meja yang berisi  dua cangkir kopi dan sepiring pisang goreng, pengganjal perut, sambil memandang area kuburan yang remang-remang, kumengamati  penampakan mahluk putih yang berjalan bolak-balik tepat di depan rumah. Mahluk putih tanpa wajah, yang berjalan mondar-mandir entah apa yang dicari, pemandangan  yang biasa bagi aku dan istri, yang telah menjadi juru kunci kubur selama 20 tahun.  Apalagi jika ada penghuni baru dimakamkan, suara jeritan di alam kubur, terdengar sayup-sayup mengerikan, membuat aku dan Rodiya  seakan ingatkan adanya siksaan di alam sana , untuk lebih meningkatkan amalan ibadah yang diperintahkann oleh Allah SWT.Waktu menunjukkan jam 20.00, mulutku tiba-tiba menguap, mata sudah tak mau berkompromi lagi, ingin segera tidur.

"Rodiya, kenapa mataku ngantuk sekali, padahal masih sore".

"Istirahatlah bang, tidurlah di teras saja, nanti malam pindah ke kamar ya".

"Ya, masuklah ke kamar"

Kubaringkan tubuhku, di dipan kayu panjang, dan memejamkan mata. hembusan angin menyapu wajahku terasa dingin  mataku telah tertutup rapat.  Di tengah-tengah  istirahatku,  ada seorang laki-laki remaja telanjang dada  yang membangunkanku.

            "Tolong, tolong saya, ada orang di sana mengejar hendak membunuhku!.

            "Siapa namamu mas, dan siapa  yang mengejarmu?'

            "Saya Angga pak. Saya adalah warga di sini".

Aku terduduk mata yang masih mengantuk, kupaksa  terbuka, memandang Angga. Kutatap jelas tubuh Angga, otot-otot matanya yang memerah nampak  keluar, luka sabetan pisau  menganga  di lehernya yang hampir putus, darah yang masih menetes di pundak  pemuda ini, perlahan hilang dari hadapanku. Antara mimpi dan kenyataan, siapakah Angga yang kujumpai tadi?.

Aku masih tertegun memikirkan Angga. Malam semakin larut, aku tak bisa tidur, kubangunkan istriku yang masih tidur.

            "Rodiya, ayo bangun. Ayo sholat tahajut dulu".

             "Aduh aku ngantuk pak, sholatlah dulu, nanti aku menyusul".

            "Baiklah".

Kuambil wudhu dan sholat tahajut sendiri dengan khusu’. Di tengah-tengah sujud, kudengar samar-samar jeritan Angga.

            "Tolong aku Pak Suwarji, tolong-tolong"..

Aku bangkit dari sajadah tempatku sholat, melangkah ke ruang tamu. Kuintip dari balik tirai, mayat Angga berdiri di depan pintu, lehernya menggantung hampir putus, Allohhuakbar. Kenapa lagi Angga datang?. Aku terkejut masuk kamar  tidur di samping Rodiya, suara Angga yang terus memanggil manggil pelan-pelan menghilang.

      Pagi yang cerah aroma wangi  bunga kamboja yang menusuk  hidungku, membuyarkan impianku saat itu. Kulihar Rodiyah telah bangun dan mulai mempersiapkan sarapan di dapur.  Seperti biasa aku langsung  mandi, dan minum kopi.

            "Pak, apa mendengar suara orang minta tolong ?, aku terus mendengarnya. Siapa ya".

            "Lho kamu juga mendenngar Rodiya?.

            "Iya Pak".

Mendengar kata-kata Rodiyah, aku keluar  mengechek  makam baru, yang terkubur kemarin siang. Makam yang terletak di sisi tengah, tanahnya yang masih baru digali, bunga-bunga diatas makam yang telah mengguning. Kulihat batu nisan putih tertulis nama Angga Jayadi. Tanggal  kematiannnya masih kemarin. Aku menggerutkan dahi, jangan-jangan Angga yang meminta tolong aku kemarin.

           Kukembali ke rumah setelah membersihkan daun-daun yang jatuh di sekitar area makam. Tak lama seorang laki-laki tinggi besar datang bertamu.

            "Assalammualaikum wr wb, benar bapak penjaga makam di sini?.

            "Benar. Bapak siapa namanya?.

           "Saya Hanif  pak, saya adalah saudara Angga Jayadi yang meninggal kemarin".

            "Ya pak Hanif. Kalau boleh tahu kematian Angga itu kenapa?.     

           "Angga meninggal karena dibunuh oleh Ruli teman sekampung'.

            "Inalilahi, wa inalilahi rojiun. Kejam sekali Ruli membunuh Angga"     

            "Ruli telah diserahkan ke pihak berwajib untuk diproses kasusnya".

.          "Terima kasih pak Hanif, saya terima uangnya”.

           “Sama-sama”.

       Hanif  berpamitan pulang, kumengantarnya sampai di pagar depan. Ingatanku kembali datang pada kejadian kemarin malam. Angga yang meminta tolong, kematiannya masih belum diterima. Roh Angga masih penasaran dan sangat menganggu.

        Hari telah menjelang siang, hujan deras mengguyur area pemakaman yang kujaga. Petir yang menyambar-nyambar, Pohon kamboja yang terus bergerak ke kanan dan kiri, hembusan angin yang sangat kencang menerjang dan merobohkan salah satu batu nisan di sisi tengah. Kumelihatnya dengan jelas sekali. Sambaran petir memekakkan telinga, menghujani area makam sebelah kanan. “Duaaar” kuterkejut dan menoleh arah suara, Ya Alloh. Makam Angga terbakar karena sambaran petir. Nyala api besar di tengah hujan, penampakan  bayangan putih yang melayang ke langit,  membuatku mulai takut, akankah ini Roh Angga?.

    Hujan deras sedikit demi sedikit mulai redup. Aku melihat kearah kuburan Angga, asap putih masih mengepul, bau gosong masih tercium. Aku segera mengambil payung dan mendekati kuburan Angga. MasyaAlloh.

        Kuburan Angga berlubang besar, kain putih pembungkus mayatnya  menghitam. Wajah Angga  terlihat  gosong, tak terbentuk Ya Alloh dosa apa yang dilakukan Angga sampai terjadi kejadian ini. Aku tertegun        seperti tak percaya. Kuamibil pacul dan alat-alat lainya untuk menutup lubang besar di kuburan Angga dengan tanah yang ada disampingnya. Ya Allah ampuni dosa Roh Angga, tempatkanlah ia di sisiMu, Amin ,amin amin YRA.

 

Surabaya 15 Juli 2022

 

 

  

 

 

 

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA