JANGAN DATANG LAGI CINTA
Bulan
Purnama, menampakkan wajah indahnya,
membawa khayalanku terbang di kebisuan malam. Sesosok laki-laki berkharisma,
membuat hatiku keras bak bebatuan cadas berubah mencair pelan seiring waktu
yang terus berjalan, merajut benang-benang asmara tersimpan di hati yang paling dalam,
memimpikan kehadirannya menjadi pendampingku kelak.
Purnomo, laki-laki mapan yang mampu meluluhkan perasaan benci
menjadi cinta, kedewasaannya yang begitu sempurna, sifat kebapakannya yang
terpancar dari kesehariannya selama ini kucari, semenjak ayah meninggal 12
tahun lalu, tak dapat kupungkiri, jiwaku telah dimilikinya. Kucinta dia, menerima apapun resiko yang akan kuhadapi,
termasuk ketika Purnomo meminta keperawananku, yang telah direnggutnya tanpa
paksaan, hanya kenikmatan sesaat yang terjadi. Janji manisnya telah membuatku
yakin, dia adalah calon suamiku kelak. Hubungan intim didasarkan rasa cinta dan
saling percaya mengalahkan logika, terus kulakukan bersama Purnomo, sampai aku
menyadari haidku telah berhenti 7 bulan lalu, aku telah berbadan dua. Rasaku terus
berkecamuk, haruskah aku bahagia menyambut
hasil buah cintaku dengan
Purnoma, ataukah sebaliknya akankah Purnomo akan menerima calon anaknya, yang
telah tumbuh di rahimku.
Kuberanikan diri untuk mengatakan sejujurnya
pada Purnomo, kondisi yang kualami saat itu.
"Purnomo, lihat aku, apakah kamu melihat
keganjilan di tubuhku?.
"Memang kamu kenapa Risa? Kamu sakit?.
"Aku tidak sakit".
"Terus, ada apa?.
"Aku, hamil".
"Ah yang benar. Kamu masuk angin kali".
"Aku serius . Aku telah berhenti haid".
Purnomo
menatapku dalam-dalam, menggeser tempat duduknya agak menjauhiku.
"Dengar Risa, aku masih belum siap jadi ayah,
gugurkan saja".
"Hah! kamu sadar , apa barusan yang ucapkan.
Aku ndak mau".
“Mau ndak mau kamu harus mau. Atau kita
sudahi hubungan kita, sampai di sini”.
"Purnomo!.
Kumenutup wajahku mendengar jawaban
Purnomo, laki-laki bejat tak punya otak, dengan mudahnya terlontar dari
mulutnya. Aku seakan tak percaya, laki-laki yang kukira baik ternyata, jahat
tak berakal. Diriku yang ternoda, masa
depanku tak jelas, mampukah aku membesarkan calon anakku kelak?. Tak terasa
tetesan air mataku membanjiri pipi,
Purnomo diam, tak lama meninggalkanku sendiri, tanpa berkata satu
katapun, tak biasanya seperti itu. Aku tak menemukan kehangatannya sekarang,
semua telah berubah, mengapa?.
Aku mengambil nafas dalam-dalam, menyadari kekeliruan yang telah
kulakukan dengan Purnomo. Harusnya aku tak pernah bertemu dengannya, harusnya
aku tak terlalu percaya, harusnya aku tak memberikan kegadisanku. Kuterus
menyesali yang terjadi, ingin kukutuk diriku, tak sanggup menanggung masalah
yang kuhadapi, aku ingin bunuh diri saja, Purnomo bejat kamu!.
Kuterus berbaring di tempat tidur, kain bantal penompang kepalaku telah
basah, karena air mataku, mengapa harus
aku yang menerima semua ini?. Hpku bordering nyaring di telingaku. Kuambil dan
kubaca penelponnya, ternyata si bejat Purnomo. Kuletakkan hpku, rasa marah dan
benci telah menjalar di hati. Aku bukan sebuah benda, habis manis sepah
dibuang. Aku punya rasa, ingin dimiliki dan dicinta oleh laki-laki yang
kusayang, keresahan hatiku menggoyak jiwaku yang telah lemah, tak mampu menatap
dunia, semua harapanku telah sirna. Tuhan bantu aku, berikan jalan keluar atas
masalahku.
Surabaya,
27 Juni 2022
Sedih.....
BalasHapusKenapa harus sedih bu. Trims BWnya
Hapus