SALAM RINDU BUAT MAMA


 

                                                                     

Cahaya bulan nampak bersinar  indah, bintang-bintang yang berkerlap-kerlip di angkasa mengingatkanku dengan sesosok mama. Mama yang selalu mendampingiku, merawat, mendidik, membesarkanku dengan belaian kasih sayang, mamaku tak pernah tergantikan di atas muka bumi ini.

 Sebulan terasa lama sekali ditinggal mama, yang  pergi untuk selama-lamanya. Bayangan mama selalu datang menghampiri pikiranku. Terkenang saat-saat indah bersama mama, foto-foto masa kecilku masih tetap tergantung di sisi dinding kamar. Foto-foto yang menggambarkan ketika masih bayi, aku mulai bisa berjalan, saat belajar bersepeda dan banyak lag, inlah yang membuat air mataku menetes membanjiri pipi, mama bagaimana aku hidup tanpamu,

Putra, nama panggilanku. Mama memberi nama itu, karena papa sangat merindukan anak laki-laki sebagai anak pertama. Saat-saat indah tak terlupakan  di masa kecilku, hingga menginjak masa remaja. Sayangnya, mama dan papa harus bercerai pisah rumah. Aku harus ikut mama, tak bisa ikut papa. Sifat papa yang dulu lembut dan sangat baik, telah berubah menjadi keras dan temperamen, semenjak papa di PHK. Papa terus berusaha mencari pekerjaan kesana kemari, sampai terhimpit dengan masalah ekonomi.

Papa mencoba keberuntungan dengan bermain judi.  Sekali, dua kali papa menang  taruhan di meja judi, membuat papa lupa daratan. Papa menghalalkan segala cara untuk mendapatkan uang, uang dan uang. Hal ini membuat mama menunggak banyak hutang dan harus membayar semua hutang papa. Mama tak bisa menjalani biduk rumah tangga bersama papa lagi.Rumah satu-satunya tempat kami berteduh ludes, untuk membayar semua hutang-hutang papa.

Mama dan aku akhirnya pindah dan  mengontrak rumah sederhana  yang jaraknya jauh dari papa. Mama terpukul dengan kondisi yang dihadapinya. Mama mencarikan nafkah sendiri untuk membiayai hidup kami berdua dan menyekolahkanku. Pekerjaan apapun dilakukan mama asalkan halal, termasuk berjualan tahu di Pasar Kerok yang dekat jaraknya dengan rumah kami.

Mama memang pahlawan dan contoh teladan buatku. Mama jarang mengeluh, selalu giat dalam bekerja, dan mama sangat jujur, tak pernah kutemui wanita setangguh mama. Setiap habis sholat shubuh mama telah sampai di pasar dan berjualan tahu, sampai jam 10.00 pagi, setelah dagangannya habis terjual, mama pulang dan memasak makanan untuk kami berdua.  Inginku membantu mama berjualan, tapi selalu ditolak, mama mengharapkanku belajar bersungguh-sungguh dan menjalankan ibadah dengan khusu’.

Tahun berganti tahun usia mamaku semakin tua, dan kondisinya mulai sakit-sakitan. Aku sering cemas dan khawatir dengan kondisi kesehatannya. Rasanya ingin menggantikan mama bekerja.  Niat itu sering kusampaikan ke mama, tapi mama menolak dan tetap memintaku untuk tetap sekolah dan belajar menyiapkan masa depanku kelak. Mama tidak mau menganggu waktuku bila aku berjualan..

Pertengahan bulan  Agustus 2021, tiba-tiba mama pingsan ketika berjualan, tetangga sebelah rumahku, pak Sholeh  membawa mama ke RS Driumbah, untuk didiagnosa penyakit yang diderita mama. Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif, dokter mendiagnosa mama terkena penyakit kanker rahim stadium akhir, umur mama tak panjang lagi.

Sehabis pulang sekolah aku langsung menjenguk mama, di rumah sakit, di ruang isolasi A3. Kulihat mama berbaring dan menggunakan alat bantu pernafasan. Denyut nadi mama yang melemah. Tak mampu menahan rasa sedihku, aku kuatkan untuk tidak menangis di depan mama. Mamaku sayang, di setiap sujutku aku selipkan doa-doa kesembuhanmu mama, semoga Allah mendengar dan mengabulkan doaku.

Dokter menemuiku di ruangan tersendiri. Aku mendengar penjelasan dokter dengan serius. Diagnosa dokter, sel kanker ganas  yang  telah menyebar di segala organ pusat mama, dan kondisi tubuhnya terus melemah, hidup mama tinggal hitungan hari. Aku terperanjat dengan penjelasan dokter. Bagai petir di siang bolong, tubuhku lemas, Ya allah kuatkan aku.

Jam di dinding menunjukkan pukul 23.10 menit, kulihat alat pendeteksi nafas mama terus melemah, dokter dan perawat selalu  memantau kondisinya, dan saat itu mama dinyatakan kritis. Dadaku semakin berdebar-debar, sedih, khawatir, dan takut mama kenapa-napa. Pukul 23.50 detak jantung mama berhenti, dan dinyatakan meninggal dunia.  

     "Ya Allah, inalilahi wa inalilahi rojiun, mama. Jangan tinggalkan aku ma".

Aku menutup wajah dengan kedua tanganku, perasaan sedih yang mendalam, ditinggal orang terkasih di dalam hidupku, mama. Dengan dibantu warga sekitar aku mengurus roses  pemakaman mama, sampai di tempat terakhir TPU jeruk nangka.

Ingatan akan kematian mama, sedihnya tak pernah habis-habis. Aku hanya mampu mengenang masa-masa bersama mama tercinta, momen-momen kebersamaan yang tak mungkin terulang lagi, salam rinduku buat mama tercinta, I love U mom.

 

Surabaya, 3 Juli 2022

 

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA