KULEPAS DENGAN IKLAS
Pagiku berseri, burung-burung berkicau riang, udara
segar tercium dan wanginya bunga kamboja
kuning, terasa indahnya hari ini. Kulangkahkan kaki menuju kamar mandi,
persiapanku untuk bertemu Bujana, teman kecilku sekaligus sahabat yang imut
yang mengisi kehampaan diriku. Air kamar mandi yang dingin menyegarkan rambut
dan tubuhku yang basah dengan guyuran air dari gayung yang kupegangang
kuat-kuat. Belum selesai mandi, terdengar bel berbunyi 2x, tanda ada tamu yang menunggu di depan rumah.
"Tunggu sebentar".
Aku membuka pintu, tak ada orang yang bertamu, dan kulihat seikat bunga di bawah pintu. Seikat bunga anggrek putih yang segar dan cantik, seseorang yang telah menaruhnya di situ. Kuambil dan kucium wanginya bunga, tertulis nama pengirim Bujana, pria yang kucinta. Rasa senang, dan kekagumanku pada Bujana, semakin hari makin menjadi, inikah benih-benih cinta pertamaku?, aku diam tersenyum-senyum sendiri. Bujana, sesosok pria yang membuat duniaku hidup kembali dan tersenyum indah .
Di taman Menganti jam 8 pagi, aku telah menunggu Bujana, sambil menikmati pemandangan yang cukup romantis, untuk ketemuan berdua. Bujana seorang petugas polisi berpangkat lettu (letnan satu), tubuhnya tinggi besar, dan berdedikasi. Yang kusuka dari Bujana, kejujuran dan kesetiaan yang dimilikinya, tak semua laki-laki sepertinya.
Kududuk
di bawah pohon juwet, sambil menikmati desiran angin berdendang merdu, dan
kudengar suara seseorang memanggilku.
"Asih, kamu dari tadi nungguin aku,
maaf ya".
"Tidak apa-apa Bun, kamu dari mana?".
"Kebetulan , aku libur, biasanya sih piket".
Aku tersenyum memandangnya, Bujana duduk di sampingku di bangku panjang, kami ngobrol sambil melepas rindu.
Di sisi taman sebelah kanan terlihat seorang
ibu dan anaknya lagi bermain menangkap bola dengan begitu senangnya. Lemparan
bola pendek yang dilakukan ibu itu ,
diambil oleh anaknya yang masih 5 tahun usiannya berlangsung berkali-kali
sambil tertawa. . Untuk kesekian kalinya lemparan bola mengenai kaki anaknya,
tanpa disangka-sangka seorang laki-laki berjaket hitam menyahut tubuh si anak
dengan tangan kanannya, dan berlari menjauhi kerumunan pengunjung taman. Secara
reflek ibu si anak berteriak histeris, anaknya diambil orang itu.
"Tolong, tolong anak saya dibawa
tolong!.
Situasi
yang tenang tiba-tiba hening, pandangan pengunjung taman tertuju pada kerasnya teriakan
ibu yang kehilangan anaknya. Bujana, yang tanggap dengan situasi saat itu
berlari mengejar penculik anak. Bujana, petugas kepolisian yang terlatih
fisiknya, berlari kencang terus kejar kejaran dengan pria penculik anak. Tak
lama Bujana mampu mendahului dan menghentikan pria yang masih menggendong anak
yang diculiknya.
"Serahkan anak itu, menyerahlah".
"Tidak , jangan halangi jalanku menyingkirlah!. Hadapi dulu
teman-temanku".
Tanpa dikomando, 10 pria berdiri dan berhadapan memasang kuda-kuda dan menyerang Bujana secara keroyokan 1 banding 10. 1 menit pertama, Bujana mampu melakukan pertahanan diri dengan terus berhati-hati melawan 10 pemuda sendiri. Tendangan kaki, pukulan bertubi-tubi dan serangaan senjata tajam yang membahayakan dirinya. Bujana terus menangkis dan melawan dengan segenap tenaga yang dia punya. Bujana t bertahan, tenaganya telah banyak terkuras melawan 10 pemuda itu, dan tak disangka pukulan kayu besar menghatam mengenai kepala Bujana, membuatnya berjalan terhuyunh-huyung, tak hanya itu sabetan clurit membabi buta merobek kulit perutnya. Para pengkroyok masih menghujani sabetan pisau yang melukai wajah, perut dan kakinya. Bujana roboh jatuh tersungkur bersimbah darah. Melihat yubuh Bujana yang tak bergerak, 10 pengeroyok berlari tunggang-langgang mencari selamat, takut ditangkap. Aku berlari mendekati Bujana, yang bersimbah darah, tak terasa air mataku jatuhdan menangisinya.
"Bujana, kenapa sampai seperti ini”.
Kugerak-gerakkan
tubuhnya tapi Bujana tak menjawab dan merespon, tanpa buang waktu aku menelpon
ambulan dan petugas kepolisian. Kurang lebih 30 menit ambulan datang diiringi beberapa petugas mengamankan tempat kejadian
dan mencari keterangan dari beberapa saksi yang melihat langsung kejadian pembunuhan itu. Beberapa perawat memeriksa
kondisi Bujana, yang terdapat 15 tusukan dan luka memar disekujur tubuhnya, fatalnya denyut nadinya sudah tidak ada. Bujana dinyatakan
telah meninggal dunia.
Aku
menangis histeris, kehilangan Bujana. Rasanya tak mampu membendung air mata kesedihanku,
bagaimana mungkin Bujana telah mrninggalkanku, untuk selamanya. Bujana dirimu kulepaskan dengan iklas.
Surabaya,
4 Juni 2022
Ok siip jadi judul buku
BalasHapusMatur nuwun Pak
BalasHapus