Siluman Sungai Kalimas


 

Pepohonan hijau yang menghiasi pemandangan sungai kalimas Surabaya, tertiup angin malam, sejuk dekali. Hawa dingin terasa   , mendamaikan hati dan perasaann penghuninya.. Pemandangan ekskotik , di pinggiran sungai kalimas, lampu berwarna-warni,  beberapa perahu kecil tampak  berjejer di bibir sungai. Rerumputan  yang tertata apik, dengan bunga matahari membuat aroma mewangian tmembiuskan pengunjung yang datang silih berganti di tempat itu.

Keindahan  sungai di malam hari, menyimpan sejuta misteri didalamnya. Pada tahun 2001 , terdengar cerita penghuni siluman sungai kalimas, di dalam kerajaan bawah sungai kalimas. Siluman yang menetap hidup di dasar sungai  yang kasat mata, dan tak seorangpun mengetahui keberadaan siluman di sungai itu. Bermula ada beberapa orang yang meninggal terbawa arus sungai kalimas setiap tahunnya. Para korban yang meninggal terseret arus  , mayatnya tidak pernah di temukan, menjadikan kejadian itu sebagai sebuah  misteri yang tak terpecahkan.  Keberadaan korban di dasar sungai,  dijadikan tumbal oleh Nyi Mayang sendang, siluman sungai kalimas.

Nyi mayang, sebutan siluman sungai kalimas, usianya sudah sangat tua, 500 tahun badannya sangat kurus ,  ringkih  seperti mayat hidup. Nyi mayang akan cantik kembali, dengan meminum darah segar gadis yang masih perawan. Nyi mayang mampu membedakan gadis yang masih perawan dan tidaknya. Indra penciumannya sebagai seorang siluman yang haus darah lebih peka dari pada seorang manusia. Setelah meminum darah, Nyi mayang akan kembali muda dan sangat cantik jelita, tubuhnya akan menyerupai gadis 17 tahun yang lagi mekar-mekarnya. Jika Nyi mayang  terlambat meminum darah segar, maka tubuhnya akan menua dan buruk rupa, wajah siluman yang asli akan nampak jelas, membuat geger orang yang melihat penampakannya.  

      Suatu malam, Nyi mayang kehausan minum darah, muncul ke permukaan menjelma menjadi seorangwanita paruh baya, dia berjalan menyusuri sungai kalimas, sambil memandang jalan sekitarnya, mencari korban tumbal gadis yang masih perawan.

       Gadis itu, Siska  sedang bercumbu denganku kekasinya, di pojok pohon mangga. Sinar remang-remang itu,  aku gunakan untuk berbuat mesum. Nyi Mayang mengintai gerak-gerikku  dengan cermat , ada rasa kemarahan dan kebencian melihat ulahku dan Sisca.  Niat buruk, untuk  menculik Sisca , menjadi tumbal ke sekian kalinya. Nyi mayang menghilang dan memasuki ragaSisca. . Sisca melotot, dan tertawa cekikian, seperti suara  Nyi Mayang. Aku terheran-heran melihat kejanggalan sikap Sisca.

“Kamu siapa, kenapa memasuki raga, Siska, ayo keluar.

“Hi,hi,hi enak saja, hi hi hi………Siska, akan jadi tumbalku.

"Jangan, jangan, Siska.

Siska berlari di bibir sungai dan terdengar suara “byuuur”,  tubuhnya  terjun  di sungai kalimas. Hanya teriakanku yang parau memanggil  nama Siska. Aku lihat di sekitarku tak ada seseorangpun yang bisa menolongku.   Aku tak tahan menahan kesedihan ini, kehilangan kekasihku Sisca. Dari arah belakang, seseorang menepuk pundakku.

“ Anak muda, kamu kenapa teriak-teriak seperti itu?.

“Aku kehilangan kekasihku Sisca, dia melompat di dasar sungai.

“ Baik, aku akan membantumu,

Laki-laki itu, menaburkan serbuk garam kasar, sambil bibirnya komat kamit. Anehnya tiba-tiba ada pusaran air yang mulanya kecil menjadi besar, semakin besar, munculah Nyi mayang dengan membopong Sisca.

“Kembalikan gadis itu Nyi mayang, ku mohon.

“Enak saja Datuk, ini tumbalku.

“ Baiklah, memang kamu pantas mendapatkan ini.

Datuk membacakan ayat kursi AlQuran berkali-kali.

“Panas, panaaaaas, ampuuun Datuk.

“Serahkan sekarang Nyi mayang.

Nyi  mayang mengerakkan tangannya, tubuh Sisca tiba-tiba melayang dan berhenti di atas bibir sungai. Aku berlari mendekati Sisca, ternyat dia pingsan.

“Bagus Nyi Mayang, jangan menganggu manusia lagi.

Aku masih mengkhawatirkan kondisi Siska.

“Nak, mulai saat ini jangan berbuat mesum di tempat ini. Nyi mayang akan memburumu, jika kamu ada di sini lagi.

“ Iya Datuk, saya berjanji.

Datuk tersenyum,  meninggalkanku terus  berjalan, sampai hilang di kegelapan malam. Sisca tersadar dari pingsanya, memelukku dan menangis ketakutan. Aku membawanya pulang, dan berjanji tidak lagi pergi ke sungai kalimas.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKAN POCONG BIASA

BAKSO LIUR KUNTILANAK

WEWE GOMBEL