Suntikan Terakhir


 

 

 

       Jarum suntik, yang tajamnya bisa  menembus kulit, siapapun akan takut melihatnya . Melihat jarum saja aku sudah takut apalagi jarum suntik, yang masuk ke dalam daging kulitku, hii sakit.  Ketika jarum suntik  masuk menerobos kulit tangan kiri  , mataku hanya  terpejam tak berani melihat, hanya merasakan ckiiit .  Aduh, nafasku seakan berhenti,  sambil membayangkan lagu anggur merah , begini liriknya , sungguh teganya dirimu, teganya, teganya, teganya  ooh menyuntik aku. Suntikan itu adalah vaksinasi kedua, yang menjadi benteng pertahanan tubuhku dari covid 19.

      Selasa, 22 Juni 2021 waktu dilakukan vaksinasi kedua di Gelanggang Surabaya. Tepat jam 9.00 pagi, aku tiba  dan segera registrasi, membawa fotocopy KTP dan mengisi form pendaftaran untuk diisi. Setelah selesai baru, petugas jaga memberikan nomer antrian ke 255. Aduh, lama banget nunggunya nih, sekarang saja masih nomer 150.
        Sudah satu jam s aku menunggu dengan sabar, nomer antrian  satu persatu yang terus dibacakan  petugas, tak terasa nomer antrianku 255, dipanggil, aku berdiri sambil menarik lengan bajuku sebelah kiri, untuk diperiksa tekanan darah.  Tensiku  ternyata 140/90 , setelah diperiksa. Petugas  jaga mempersilahkan aku untuk masuk menunggu antrian berikutnya.

       Setelah mengumpulkan kartu dan fotocopy KTP, petugas vaksin memanggil nama-nama orang , giliran yang akan di suntik. Aku memandang satu demi satu orang yang telah di suntik. Reaksi wajah mereka biasa saja, mungkin suntikannya tidak sakit, pikirku. 15 menit berlalu, aku mendengar namaku di panggil untuk giliran di suntik. Aku seperti duduk di kursi panas, menunggu jarum suntik. Cuuus, aduh sakitnya. Perawat tersenyum dan memandangku.

Baru 1 menit aku berjalan, tangan kiriku terasa panas, seperti terbakar. Aku diam menahan sakit, seorang perawat lain mendekatiku.

“Bu, apa masih sakit setelah di vaksin.

“Iya bu.

“Sampai di rumah nanti langsung minum obat ya.

      Beberapa orang memandangku, seolah aku adalah pasien yang kesakitan. Aku tetap duduk, menunggu giliran untuk mendapatkan laporan hasil vaksinasi. Badanku mulai bergejala, wajahku pucat, pusing  , demam dan bekas suntikan vaksin berwarna merah. Setelah menerima hasil laporan, aku segera pulang.

      Sesampai di rumah, badanku terasa sakit semua. Aku berbaring di ruang tamu, dan menahan ngilu-ngilu di tangan kiri bekas suntikan itu. Aku berharap semoga suntikan vaksin ini menjadi suntikan terakhirku, demi menguatkan benteng pertahan tubuh dari covid 19.

Surabaya, 22 Juni 2021

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

SANG PENDOSA

AYAH, MALAIKAT TAK BERSAYAP

IBU, SI PEMBUKA PINTU SURGA