Kepergian Sahabat
Sahabat
adalah teman sejati dalam berbagi suka maupun
duka bersama. Sahabat mampu menguatkan satu dengan lainnya. Santi, teman kuliah
jurusan Bahasa Inggris angkatan 2020 di Unipa Surabaya. Kami satu
kelas, Santi mempunyai kepribadian amat baik dan care sekali. Hari- hari aku
dan Santi selalu bersama-sama, mulai
belajar bareng, mengerjakan tugas di
perpustakaan, hingga teman sekampus
menjulukiku adik-kakak atau tepatnya sahabat. Ada kecocokan dalam pertemanan
antara aku dan Santi, wajar persahabatan kami langgeng.
Suatu
hari, waktu mau berangkat kuliah, ban
sepeda montorku, kempes. Hingga aku telpon , meminta bantuan Santi untuk
menjemputku. Tidak sampai 15 menit, Santi datang dan kami berangkat ke kampus
bersama. Waktu perjalanan, aku dan Santi saling bercerita, bersenda gurau dengan senangnya. Sebuah truk
menyeruduk sepeda montor yang
dikemudikan Santi dengan kerasnya , menyebabkan kami berdua terluka.
Santi terlempar beberapa meter dari sepeda montornya dan aku hanya luka
lecet di lenganku. Aku melihat Santi , kepala bagian bawahnya berdarah, ah ini
mungkin gegar otak, pikirku. Aku cemas dan khawatir dengan kondisi Santi, dan
ku putuskan untuk membawanya ke UGD Suwandi kapas krampung. Penaganan dokter
dan perawat sangat sigap dan cepat, membuatku bisa bernafas sedikit lega.
Beberapa menit kemudian, Santi siuman dari pingsannya, tersenyum padaku.
“Luki,
aku ndak pa pa, bener. Kamu ndak usah takut.
“San,
betul kamu ndak pa a?. Luka di kepala bagaimana?.
“Ah
ini luka kecil. Kamu ndak usah khawatir.
Dokter
yang merawat Santi , masuk kamar dan memeriksa kondisinya dengan teliti.
“Mohon
maaf, pasien masih dalam kondisi belum stabil, tolong keluar dulu ya. Ibu,
saudara dari pasien Santi?.
“Tidak,
saya sahabatnya.
“Tolong
segera menghubungi kelurga pasien ya.
“Baik
dok.
Aku
menghubungi keluarga sahabatku Santi, dan Alhamdulilah mereka reponsif dan
menjenguk Santi di rumah sakit. Hanya selang beberapa menit, orang tua dan
kakak Santi telah datang. Aku menceritakan kejadian kecelakaan itu, dan mereka
berterima kasih padaku, karena telah membawa santi untuk berobat. Karena telah larut malam akupun meminta ijin
untuk pulang.
Malam
ini, pikiranku masih kalut, dengan kecelakaan tadi. Semoga Santi baik-baik saja
dan cepat pulang, doaku dalam hati.
Esok
paginya, aku menjenguk Santi di rumah sakit. Setelah sampai di sana, aku melihat
Santi, di parkir montor, dengan wajah pucat, tapi terlihat agak sedikit segar.
“Lho
San, kamu udah sembuh? Kok cepat sekali.
“Luk,
aku ndak pa pa kok. Ayo antar aku pulang.
“Lho
keluargamu mana, kok ndak jemput?
“Sudah,
ceritanya panjang. Ayok pulang.
Aku
senang melihat, sahabatku Santi, sehat kembali. Sambill melirik wajah Santi, aku
mencium aroma wangi bunga melati menyengat hidungku.
10 menitberlalu , aku telah sampai ke rumah
Santi dan menghentikan laju sepeda montorku, tepat di depan pagar rumahnya, aku
memahami kondisi Santi, yang masih sakit, akhirnya aku pulang, meninggalkan Santi.
Ke
esokkan harinya, jam 7 pagi, jam pertama, ada perkuliahan reading 2, hampir 30
menit, dosen belum datang, Aku ceritakan kondisi Santi, ke beberapa teman sekelas. Mereka, diam, sambil mengelus
punggungku tanpa bersuara, aku agak curiga melihat reaksi temanku. SMS Santi muncul di hpku, meminta untuk
menjemputnya, di rumah. Karena dosen
belum juga datang, akhirnya aku pergi menjemput Santi.
Sesampainya
di rumah Santi, aku mengetuk pintu, dan ibunya membukakannya,
“Tante,
Santi mana? Katanya mau minta dijemput dan kuliah bareng.
“Luk,
kamu yang sabar ya. Iklaskan Santi,
“Maksud
tante gimana, aku ndak ngerti.
“Santi
telah meninggal dua hari yang lalu, luki.
“Apa
betul, tante?
“Betul,
nak.
Kakiku
lemas tak bertenaga, 2 hari lalu, aku masih bertemu Santi dan mengantarnya sampai di rumah. Terus SMS Santi, masuk di Hpku, terus
ini siapa?.
Surabaya,
8 Juni 2021
Komentar
Posting Komentar