Kamu dan Kenangan


 

Kata “putus” yang terucap di bibir Mas Fredy minggu lalu , Masih tergiang di telingaku, sungguh menghancurkan seluruh harapanku. Mas Fredy, telah meninggalkan luka yang dalam. Kini kalimat penyesalan yang harus aku terima. Cinta yang terbina  berjuta-juta  pada Mas Fredy, harus hancur dalam sehari. Walau aku mampu tersenyum, untuk menutupi kesedihan hati. Senyumku di bibir tak selepas dulu.

       Kini hanya ada rasa sedih  di  hari-hari panjangku, kesepian mengingat Mas Fredy dan semua kenangan yang menyatu di hati dan pikiranku.

       Mas Fredy adalah mitra kerjaku. Kami selalu bekerja dalam satu Tim bersama. Aku bagian Marketing penjualan, dan Mas Ferdy, Suplier produksi. Pekerjaan ini membuat kami sering bertemu, mulai planning, producing dan marketing. Hasil gemilang tercapai dengan baik, Tim kami yang paling unggul dalam pencapaian target perusahaan.

      Brian, Manager Personalia, mengajakku makan siang bersama. Demi karir yang ku bangun , aku menerima ajakannya untuk makan di Restauran. Ajakan Brian untuk makan siang bersama, tidak hanya sekali tapi berulang kali. Mas Fredy mulai cemburu dan sempat memperingatkan aku. Aku tahu, Mas Fredy tak ingin kehilanganku. Akhinya, aku mulai menjauhi Brian. Keputusan ini tak semudah membalik telapak tangan. Brian tak terima dengan sikapku, perhatian “khusus” di berikan padaku terang-terangan di depan Mas Ferdy. Lebih-lebih Brian kini sudah berani datang ke rumahku, dan mendekati ke dua Orang tuaku. Harusnya aku bersikap tegas untuk mengatakan “tidak” untuk Brian. Aku mulai termakan rayuan palsu Brian, yang ternyata mempunyai seorang Istri dan seorang Anak. Ini aku ketahui, ketika  Istrinya melabrakku, di rumah sehabis pulang kerja. Rasa marah dan kecewa pada Brian, aku simpan sendiri.

Masalah itu aku tutup-tutupi , seperti tidak terjadi apa-apa antara aku dan Brian. Sayangnya Mas Fredy cemburu sekali pada aku. Dia masih mengira aku dan Brian masih berhubungan. Dan terjadilah perselisihan.

Mas Fredy datang dan menemuiku. Mas Fredy marah dan menyalahkanku. Mas Fredy berkata kasar dan memutuskan aku, tanpa memberikan kesempatan, untuk menjelaskan. Dan mengungkapkan isi hatiku sesungguhnya. Kini hanya ada rasa sedih,  mengapa harus berakhir seperti ini. Andai waktu itu aku mampu mengatakan isi hatiku. Andai waktu itu, Mas Fredy mu bersabar menunggu penjelasanku. Selamat tinggal Mas Fredyku. Kamu dan kenangan bersamamu masih di hati ini.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

BUKAN POCONG BIASA

PAHLAWAN PEMBERANI SEKOLAH

KERANDA MAYAT TERBANG